Rabu, 01 Juni 2016

Puisi Manusia Allah 4-10

PUISI MANUSIA-ALLAH
(Injil sebagaimana Diwahyukan Kepadaku)







Catatan: "The Poem of The Man-God" (judul dari edisi pertama bahasa Inggris) sekarang telah diganti menjadi "The Gospel as Revealed To Me" dalam edisi kedua sesuai judul aslinya dalam bahasa Italia "L'EVANGELO COME ME E STATO RIVELATO".




diterjemahkan oleh YESAYA (YESus SAyang saYA):
yesaya.indocell.net






4. KELAHIRAN PERAWAN MARIA

26 Agustus 1944



Aku melihat Anna keluar dari kebun. Ia bersandar pada lengan seorang sanak, yang mirip dengannya. Ia kelihatan jelas hamil beberapa bulan dan ia tampak lelah dan keletihannya tiada diringankan oleh kegerahan, sama seperti panas sekarang ini melelahkanku.


Meskipun kebun itu cukup teduh, tapi sangat panas dan tertutup. Udara seolah bisa diiris seperti adonan hangat yang lembut, sangat berat. Terik matahari turun dari langit biru yang tak berbelas kasihan dan ada debu-debu yang membuat atmosfir agak sedikit suram. Pastilah cuaca kering telah berlangsung cukup lama, sebab di mana tak ada irigasi, maka tanah sungguh habis nyaris menjadi debu putih yang sangat halus. Di udara terbuka, bayangan putih ini berwarna sedikit merah muda, sementara ia berwarna coklat merah gelap di bawah pepohonan, di mana tanahnya lembab. Begitu pula tanahnya lembab sepanjang petak-petak kecil, di mana sayur-mayur tumbuh, dan di sekelilingnya semak-semak mawar, melati dan bunga-bunga lain, hingga ke permulaan ladang-ladang, yang sekarang gundul dari panenan. Rerumputan padang, yang menandai batas hak milik, kering dan kurus. Hanya pada tepinya, di mana terdapat pagar dari tanaman hawthorn liar, yang sudah sepenuhnya bertahtahkan buah-buah kecilnya yang merah delima, rumputnya lebih hijau dan gemuk. Ada beberapa ekor domba di dekatnya dengan seorang gembala muda mencari padang rumput dan tempat berteduh.


Yoakim sedang bekerja di sekitar barisan-barisan pohon anggur dan pohon zaitun. Ada dua orang laki-laki bersamanya, membantunya bekerja. Meski seorang yang lanjut usia, Yoakim tangkas dan bekerja penuh semangat. Mereka sedang membuka saluran-saluran kecil di ujung sebuah ladang guna mengalirkan air ke tanam-tanaman yang kering, dan air ini mengalir dengan menggelegak di antara rerumputan dan tanah kering. Alirannya membentuk pusaran-pusaran yang sesaat menyerupai sebuah  kristal kekuningan dan saat berikutnya hanyalah lingkaran-lingkaran tanah basah, sekeliling cabang-cabang anggur dan pohon-pohon zaitun yang sarat.


Sepanjang pergola yang teduh, di bawah mana lebah-lebah keemasan berdengung, rakus akan gula dari anggur-anggur keemasan, Anna berjalan tertatih ke arah Yoakim, yang bergegas menemuinya begitu ia melihatnya.



"Kau datang sejauh ini?"



"Rumah sepanas oven."



"Dan kau menderita karenanya."



"Satu-satunya penderitaan di saat-saat akhir ini adalah penderitaan seorang perempuan yang hamil. Penderitaan alami semuanya: manusia dan binatang. Jangan terlalu kepanasan, Yoakim."



"Air yang kita harapkan, begitu lama, dan selama tiga hari penuh ini tampak begitu dekat, masih belum datang dan negeri ini kering kerontang. Kita beruntung mempunyai sebuah sumber air yang begitu dekat dan begitu berlimpah airnya. Aku telah membuka saluran-saluran air. Itu sedikit melegakan tanam-tanaman yang daun-daunnya telah layu dan tertutup debu: sekedar cukup untuk mempertahankan mereka hidup. Andai saja hujan …" Yoakim, dengan kerinduan seperti semua petani, memandang ke langit, sementara Anna, yang letih, menyejukkan diri dengan sebuah kipas yang tampaknya terbuat dari daun palma kering yang dijalin dengan benang warna-warni guna membuatnya kuat.



Ia yang menyertai Anna menyela: "Di sana, dekat Hermon Besar, muncul awan-awan yang berarak cepat. Ada angin utara. Ia bisa menyegarkan dan mungkin mendatangkan hujan."



"Angin sepoi-sepoi telah bertiup selama tiga hari dan lalu menghilang ketika bulan muncul. Itu akan terjadi lagi," Yoakim berkecil hati.



"Marilah kita pulang. Bahkan di sini orang sulit bernapas, dan bagaimanapun juga aku pikir lebih baik kita pulang…," kata Anna, yang nampak merona lebih kekuningan dari biasanya, sebab pucat yang menghiasi wajahnya.



"Apakah kau sakit?"



"Tidak. Tapi aku dapat merasakan damai mendalam yang aku alami di Bait Allah ketika aku dianugerahi rahmat, dan yang aku rasakan sekali lagi ketika aku tahu bahwa aku hamil. Seperti suatu ekstase, tidur manis tubuh sementara jiwa bersukacita dan menenangkan diri dalam suatu damai yang tak ada padanannya secara jasmani. Aku mengasihi dan masih terus mengasihimu, Yoakim, dan apabila aku memasuki rumahmu dan aku berkata kepada diriku sendiri: "Aku adalah isteri dari seorang yang benar," maka aku merasakan damai: dan aku merasakan yang sama setiap kali kasihmu yang menjamin itu memelihara Anna-mu ini. Akan tetapi damai ini berbeda. Mengertilah: aku pikir bahwa jiwa bapa kita Yakub dikuasai oleh damai yang serupa, seperti ketenangan yang diberikan oleh minyak yang menyebar dan menenangkan, setelah dia bermimpi akan malaikat-malaikat. Dan, mungkin lebih tepat, seperti damai sukacita Tobia setelah Rafael menampakkan diri kepada mereka. Apabila aku menenggelamkan diri dalam perasaan ini, maka ia semakin dan semakin kuat sementara aku menikmatinya. Seolah aku naik menuju relung-relung biru di langit… Dan lagipula, aku tidak tahu alasannya, namun semenjak aku merasakan sukacita damai ini dalam diriku, aku memiliki sebuah nyanyian dalam hatiku: nyanyian Tobia tua. Aku pikir nyanyian itu dituliskan bagi saat ini… bagi sukacita … bagi tanah Israel yang menerimanya… bagi pendosa Yerusalem dan yang kini diampuni… Namun janganlah menertawakan luapan kegembiraan seorang ibu… tapi ketika aku mengatakan: "Bersyukurlah kepada Tuhan atas kekayaanmu dan berkatilah Allah segala abad, agar kiranya Ia membangun kembali Tabernakel-Nya dalam dirimu," aku pikir Ia Yang akan membangun kembali Tabernakel dari Allah yang benar di Yerusalem adalah yang Satu ini yang akan segera dilahirkan… Dan aku juga berpikir bahwa takdir anakku telah dinubuatkan dan bukan nasib dari Kota Suci, ketika nyanyian itu mengatakan: "Engkau akan bersinar dengan cahaya cemerlang: semua orang di dunia akan prostratio di hadapanmu: bangsa-bangsa akan datang membawa hadiah: mereka akan menyembah Tuhan dalam dirimu dan akan menganggap tanahmu suci, sebab dalam dirimu mereka menyerukan Nama Agung. Engkau akan berbahagia karena anak-anakmu, karena mereka semua akan diberkati dan mereka akan berkumpul dekat Tuhan. Diberkatilah mereka yang mengasihimu dan bersukacita dalam damaimu…" Dan akulah yang pertama bersukacita, ibundanya yang berbahagia…"



Anna berubah-ubah ronanya, ketika mengucapkan kata-kata ini dan ia menyala seperti sesuatu dibawa dari pucatnya cahaya bulan ke benderangnya api besar dan sebaliknya. Airmata manis, yang tak disadarinya, mengalir menuruni pipinya dan ia tersenyum dalam sukacitanya. Dan sementara itu ia mendekati rumah, berjalan di antara suaminya dan sanaknya, yang mendengarkan dan, sangat tersentuh hatinya, mereka terdiam.



Mereka bergegas sebab awan dihembus oleh suatu angin kencang, berarak melintas dan berkumpul di langit, sementara dataran menjadi gelap dan gemetar oleh peringatan akan datangnya badai. Ketika mereka tiba di ambang pintu rumah, kilatan murka halilintar yang pertama menyambar di langit dan bunyi gemuruh guntur yang pertama terdengar bagai gemuruh sebuah drum raksasa yang berpadu dengan arpeggio (1) tetesan-tetesan pertama hujan pada dedaunan yang kering.



Mereka semua masuk ke dalam dan Anna undur diri, sementara Yoakim, berdiri di pintu, berbicara kepada para pekerja, yang sementara itu menggabungkan diri dengannya: pembicaraan mereka adalah tentang kerinduan akan air yang merupakan berkat bagi tanah yang kering kerontang. Akan tetapi kegirangan mereka berubah menjadi ketakutan karena sebuah badai yang sangat dahsyat datang mendekat disertai kilat dan awan-awan yang membawa hujan es.



"Jika awan itu pecah, ia akan melumatkan anggur dan zaitun bagai sebuah batu penggilingan. Betapa malangnya aku!"



Yoakim juga merasa cemas akan isterinya, yang telah tiba saatnya untuk melahirkan anaknya. Kerabatnya meyakinkannya bahwa Anna tidak menderita sama sekali. Tetapi ia gelisah, dan setiap kali sanaknya atau perempuan lain, di antaranya ibu Alfeus, keluar dari kamar Anna dan masuk kembali dengan air panas dan baskom-baskom serta kain-kain linen yang dikeringkan dekat perapian menyala di dapur yang besar itu, ia datang dan bertanya, akan tetapi ia tak tenang kendati mereka sudah berupaya menentramkan hatinya. Juga tak adanya jeritan Anna mengkhawatirkannya. Ia mengatakan: "Aku seorang laki-laki dan aku tidak pernah melihat seorang anak dilahirkan. Tapi aku ingat pernah mendengar bahwa tak adanya sakit beranak berarti fatal."



Hari semakin gelap dan sore didahului oleh badai sangat ganas dan hebat: ia mendatangkan hujan deras, angin,kilat, semuanya, terkecuali hujan es, yang jatuh di tempat lain.



Salah seorang pekerja memperhatikan keganasan angin ribut: "Tampak seolah Setan telah keluar dari Gehena bersama roh-roh jahatnya. Lihatlah awan-awan hitam itu! Kalian bisa mencium bau belerang di udara dan kalian bisa mendengar siulan dan desisan, dan suara-suara ratapan dan kutukan. Jika ini dia, dia murka malam ini!"



Pekerja yang lain tertawa dan mengejek: "Suatu mangsa besar pastilah lolos darinya, atau Mikhael telah menyambarnya dengan suatu halilintar baru dari Allah, hingga tanduk-tanduk serta ekornya terpotong dan terbakar."



Seorang perempuan lewat dan berteriak: "Yoakim! Ia lahir. Dan itu terjadi dengan cepat dan lancar!" dan ia pun menghilang dengan sebuah amphora dalam tangan-tangannya.



Sekonyong-konyong badai berhenti, sesudah satu halilintar terakhir yang begitu dahsyat hingga melemparkan ketiga laki-laki ke tembok; dan di depan rumah, di kebun, sebuah lubang hitam berasap tinggal sebagai kenangan! Sementara itu suatu tangisan, yang mirip rintihan lirih seekor anak tekukur yang untuk pertama kalinya tidak lagi menciap tapi berkukur, terdengar di balik pintu kamar Anna. Dan pada saat yang bersamaan sebuah pelangi raksasa membentangkan lengkungannya melintasi langit. Ia naik, atau tampak naik, dari puncak Hermon, yang dikecup mentari, nampak seperti batu pualam putih kemerah-mudaan yang paling halus: ia naik di langit September yang jernih dan menembusi atmosfir yang bersih dari segala ketidakmurnian, ia melintas di atas bukit-bukit Galilea dan dataran yang terhampar ke selatan, dan di atas sebuah gunung lainnya, dan tampak beristirahat di ujung lain horizon yang jauh, di mana ia menghilang dari pandangan di balik barisan pegunungan yang tinggi.



"Kita belum pernah melihat yang seperti ini!"



"Lihat, lihatlah!"



"Ia tampak menyelimuti seluruh tanah Israel dalam sebuah lingkaran. Dan lihatlah! telah ada sebuah bintang di langit sementara matahari masih belum terbenam. Betapa bintang yang luar biasa! Ia bersinar bagai suatu intan raksasa!..."



"Dan bulan, di sana, adalah bulan purnama, tiga hari lebih awal. Tetapi lihatlah bagaimana ia bersinar!"



Para perempuan datang sangat gembira dengan seorang bayi mungil montok dibedung dalam kain linen polos.



Itulah Maria, Bunda. Maria yang amat kecil mungil, yang bisa tidur dalam buaian seorang kanak-kanak, Maria, paling panjang, sepanjang satu lengan, dengan kepala mungil berwarna gading merah muda pucat. Bibirnya yang sangat mungil berwarna merah tua tidak lagi menangis namun dalam keadaan tindakan insting menyusu: bibir-bibir itu begitu mungil hingga orang tak dapat mengerti bagaimana bibir-bibir itu akan dapat menghisap puting susu. Hidung kecilnya yang indah berada di antara dua pipi mungil yang bulat, dan ketika mereka membuat-Nya membuka mata-Nya, dengan menggoda-Nya, mereka melihat dua bagian kecil langit, dua biji mata biru tanpa dosa yang terbuka namun tak dapat melihat, di antara bulumata tipis berwarna terang. Juga rambut-Nya pada kepala mungilnya yang bulat berwarna pirang kemerahmudaan, seperti warna madu tertentu yang nyaris putih.



Telinga-telinga-Nya bagai dua kerang kecil, transparan, sempurna. Tangan-tangan-Nya yang mungil… apakah gerangan dua benda kecil itu yang menggapai-gapai di udara dan berhenti dalam mulut-Nya? Tergenggam, seperti sekarang, tangan-tangan itu bagaikan dua kuncup mawar yang memisahkan bagian hijau dari kelopaknya dan memperlihatkan bagian selembut sutera di dalamnya. Apabila tangan-tangan itu terbuka, seperti sekarang, mereka bagaikan dua permata gading, terbuat dari gading merah muda dan batu pualam putih dengan lima buah batu akik merah pucat sebagai kuku-kukunya. Bagaimanakah tangan-tangan yang sangat mungil itu akan dapat mengeringkan begitu banyak airmata?



Dan kaki-kaki kecil-Nya? Di manakah gerangan? Untuk sementara ini keduanya hanya menendang-nendang, tersembunyi dalam bedung linen. Akan tetapi sekarang sang sanak duduk dan membukanya … Oh, kaki-kaki yang mungil! Panjangnya sekitar empat sentimeter. Masing-masing telapak adalah kerang karang, dengan ujungnya putih salju dan pembuluh darah berwarna biru. Jari-jari kaki-Nya adalah mahakarya pahatan Liliput : mereka, juga, dimahkotai dengan batu akik merah pucat berukuran kecil. Akan tetapi di manakah gerangan mereka akan mendapatkan sandal kecil, ketika kaki-kaki kecil bagai boneka itu akan melangkah untuk pertama kalinya, sandal yang cukup kecil agar pas dengan kaki yang begitu mungil? Dan bagaimanakah kaki-kaki kecil itu akan dapat menempuh perjalanan yang begitu jauh dan menanggung begitu banyak penderitaan di bawah salib?



Akan tetapi hal itu untuk sementara ini tidak diketahui, dan penonton tersenyum dan tertawa melihat tendangan-tendangan-Nya, melihat kaki-kaki-Nya yang indah bentuknya, melihat paha kecil-Nya yang montok yang memperlihatkan kerutan-kerutan dan lingkaran-lingkaran, melihat perut mungil-Nya, yang bagai piala terbalik, melihat dada mungil-Nya yang sempurna. Di bawah kulit dada-Nya, yang lembut seperti sutera terbaik, gerakan napas-Nya dapat terlihat dan degup jantung kecil-Nya dapat terdengar, apabila, seperti yang dilakukan bapaNya yang berbahagia itu sekarang, orang mengecupkan bibirnya di sana untuk menciumnya… Ini adalah hati mungil terindah yang pernah dikenal dunia: satu-satunya hati tak berdosa seorang manusia.



Dan punggung-Nya? Mereka sekarang membalikkan-Nya dan mereka dapat melihat lekukan ginjal-Nya dan lalu bahu montok dan tengkuk merah muda leher-Nya, yang begitu kuat hingga kepala mungil itu terangkat di atas lekukan tulang belakang yang mungil. Kepala itu tampak seperti kepala kecil seekor burung yang mengamati dunia baru yang dilihatnya. Ia, Yang Murni dan Suci, memprotes dengan sebuah tangisan lirih dipertontonkan begitu rupa di hadapan mata begitu banyak orang, Ia, Perawan Sepenuhnya, Kudus dan Tak Berdosa, Yang tak seorang laki-laki akan pernah melihat-Nya telanjang lagi, mengajukan protes.



Tutupilah, tutupilah kuntum bunga lily ini yang tiada akan pernah dibuka di dunia dan yang, masih tetap kuntum, akan menghasilkan BungaNya, yang bahkan terlebih indah dari DiriNya Sendiri. Hanya di Surga Lily dari Allah Tritunggal ini akan membuka semua helaian bunganya. Sebab di sana, tak ada setitik kesalahan pun yang enggan mencemarkan ketakberdosaannya. Sebab di sana Allah Tritunggal akan disambut, di hadapan seluruh Surga, Allah Tritunggal yang segera dalam beberapa tahun, tersembunyi dalam hati yang tak bercela, akan ada dalam diri-Nya: Bapa, Putra, Mempelai.



Ini Dia lagi, dalam balutan kain linen, dalam pelukan bapa duniawi-nya, yang mirip dengan-Nya. Bukan saat itu. Sekarang Ia masih seorang bayi mungil manusia. Yang aku maksud adalah Ia akan menjadi mirip dengannya ketika Ia telah tumbuh menjadi seorang perempuan dewasa. Ia tak memiliki sesuatu yang mirip dengan bunda-Nya. Ia memiliki warna kulit bapa-Nya dan mata dan pasti juga rambutnya. Rambut Yoakim sekarang putih, tapi ketika ia masih muda pastilah rambut itu berwarna terang, seperti yang dapat dikatakan orang dari alis matanya. Maria memiliki perawakan bapa-Nya, yang lebih sempurna dan lembut, sebagai seorang perempuan, tapi Perempuan yang istimewa itu. Maria juga memiliki senyum, tatapan mata, gerakan tubuh dan tinggi tubuh bapa-Nya. Merenungkan Yesus, sebagaimana aku melihat- Nya, aku dapati Anna mewariskan tinggi tubuhnya pada Cucunya dan warna gading tua pada kulit-Nya. Maria, sebaliknya, tidak memiliki keanggunan bunda-Nya: pohon palma yang tinggi dan luwes, namun Ia memiliki kelembutan bapaNya.



Juga para perempuan membicarakan badai dan keadaan bulan yang tak biasa, adanya bintang serta pelangi. Bersama Yoakim mereka memasuki kamar ibunda yang berbahagia dan menyerahkan bayinya.



Anna tersenyum teringat akan pemikiran-pemikirannya: "Ia adalah Bintang," katanya. "Tanda-Nya ada di Surga. Maria, busur perdamaian! Maria, Bintangku! Maria, bulan murni! Maria, mutiara kita!"



"Kau menamai-Nya Maria?"



"Ya. Maria, bintang dan mutiara dan terang dan damai…"



"Tapi itu juga berarti kepahitan… Apakah kau tidak khawatir mendatangkan kemalangan bagi-Nya?"



"Allah bersamanya. Ia milik Allah sebelum Ia ada. Allah akan membimbing-Nya sepanjang jalan Tuhan dan segala kepahitan akan berubah menjadi madu surgawi. Sekarang jadilah milik mamaMu… sebentar saja, sebelum menjadi sepenuhnya milik Allah."



Dan penglihatan berakhir dengan tidur pertama Anna, seorang ibunda, dan Maria, seorang bayi.






27 Agustus 1944



Yesus bersabda:



"Bangun dan bersegeralah, sahabat kecil-Ku. Aku rindu mengajakmu bersama-Ku dalam kontemplasi surgawi mengenai Keperawanan Maria. Kau akan keluar dari pengalaman ini dengan jiwamu sesegar seolah kau diciptakan pada saat itu oleh Bapa, Hawa kecil yang belum sadar akan daging. Kau akan keluar dengan jiwamu dipenuhi terang, sebab kau akan menceburkan diri ke dalam mahakarya Allah. Kau akan muncul dengan keseluruhan dirimu dipenuhi kasih, karena kau akan, telah memahami hingga tingkat mana Allah dapat mengasihi. Berbicara mengenai perkandungan Maria, Immaculata, berarti menembusi langit, terang dan kasih.



Mari dan bacalah kemuliaan Maria dalam Kitab Leluhur. "TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala. Sudah pada zaman purbakala aku dibentuk, pada mula pertama, sebelum bumi ada. Sebelum air samudera raya ada, aku telah lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat dengan air. Sebelum gunung-gunung tertanam dan lebih dahulu dari pada bukit-bukit aku telah lahir; sebelum Ia membuat bumi dengan padang-padangnya atau debu dataran yang pertama. Ketika Ia mempersiapkan langit, aku di sana, ketika Ia menggaris kaki langit pada permukaan air samudera raya, ketika Ia menetapkan awan-awan di atas, dan mata air samudera raya meluap dengan deras, ketika Ia menentukan batas kepada laut, supaya air jangan melanggar titah-Nya, dan ketika Ia menetapkan dasar-dasar bumi, aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, setiap hari aku menjadi kesenangan-Nya, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya; aku bermain-main di atas muka bumi-Nya …" Kalian mengenakan kata-kata ini pada Kebijaksanaan, namun demikian mereka berbicara mengenai Dia: Bunda yang cantik, Bunda yang kudus, Bunda Perawan dari Kebijaksanaan, yaitu Aku Sendiri, Yang sekarang berbicara kepadamu.



Aku menghendakimu menuliskan baris pertama dari madah itu di bagian atas buku yang berbicara mengenai Dia, agar Ia dikontemplasikan dan penghiburan serta sukacita Allah dapat dikenal; alasan bagi kesukaan tetap, sempurna dan intim dari Allah yang Satu dan Tritunggal ini, yang memerintah dan mengasihi kalian dan Yang menerima dari manusia begitu banyak alasan untuk bersedih; alasan mengapa Allah melestarikan umat manusia, bahkan meski, pada ujian pertama, manusia layak dibinasakan; alasan bagi pengampunan yang telah kalian terima.



Memiliki Maria yang mengasihi-Nya! Oh! Adalah sepadan menciptakan Manusia dan membiarkannya tetap hidup dan memutuskan untuk mengampuninya, demi memiliki Perawan Cantik, Perawan Kudus, Perawan Immaculata, Perawan Penuh Kasih, Putri Terkasih, Bunda Termurni, Mempelai Penuh Kasih! Allah telah memberi kalian begitu banyak dan akan memberi kalian bahkan terlebih banyak lagi demi memiliki Makhluk kesayangan-Nya, Matahari dari matahari-Nya, Bunga dari taman-Nya. Dan Allah terus memberi kalian begitu banyak karena Maria, atas permintaan-Nya, demi sukacita-Nya, sebab sukacita-Nya mengalir ke dalam sukacita Allah dan menambahinya dengan cahaya yang memenuhi terang, terang agung Firdaus dengan kilauan-kilauan cemerlang dan setiap kilauan adalah rahmat bagi alam semesta, bagi umat manusia, bagi jiwa-jiwa terberkati yang menanggapi dengan sorak kegirangan alleluia pada setiap pengadaan mukjizat ilahi, yang diciptakan oleh kehendak Tritunggal Terberkati demi melihat senyum cemerlang sukacita Sang Perawan.



Allah menghendaki menempatkan seorang raja di alam semesta yang telah Ia ciptakan dari ketiadaan. Seorang raja, yang menurut hakikat materia harus menjadi yang pertama di antara semua makhluk yang diciptakan dengan materia dan secara alamiah adalah materia. Seorang raja, yang menurut hakikat roh harus menjadi sedikit lebih rendah dari yang ilahi, dipersatukan dengan Rahmat seperti ia pada hari tak berdosanya yang pertama. Akan tetapi, Benak yang Mahamulia, Yang mengenal segala peristiwa yang paling jauh dalam abad-abad, secara berkesinambungan melihat apa yang dulu, sekarang dan akan datang; dan sementara Benak itu mengkontemplasikan masa lalu, dan mengamati masa sekarang, Ia menembus dalam dengan tinjauan-Nya ke masa depan yang paling jauh dan mengetahui dengan setiap detilnya bagaimana manusia terakhir akan mati. Tanpa ragu ataupun terputus Benak Yang Mahamulia selalu tahu bahwa raja yang diciptakan untuk menjadi setengah dewa di sisi-Nya di Surga, pewaris Bapa, akan tiba dalam keadaan dewasa dalam Kerajaan-Nya, setelah hidup dalam rumah ibunya - bumi [= tanah], dengan mana Ia dijadikan - semasa kanak-kanaknya, sebagai anak dari Bapa yang Kekal selama hari-harinya di dunia. Benak yang Mahamulia selalu tahu bahwa manusia itu akan harus berkomitment melawan kejahatan membunuh Rahmat yang ada dalam dirinya dan merampas dirinya sendiri dari Surga.



Jadi mengapakah Ia menciptakannya? Tentu saja banyak orang bertanya pada dirinya sendiri mengapa. Adakah kalian lebih memilih untuk tidak ada? Apakah hari ini tidak layak, dari dirinya sendiri, untuk dijalani, meski begitu menyedihkan dan hampa, dan menjadi keras oleh kejahatan-kejahatan kalian, agar kalian dapat mengenal dan mengagumi Keindahan tak terhingga yang telah ditaburkan tangan Allah di alam semesta?



Bagi siapakah gerangan Ia telah menciptakan bintang-bintang dan planet-planet yang beterbangan laksana halilintar dan anak-anak panah, melintasi kolong Surga, atau meluncur dengan agungnya dengan lesatan meteor-meteor mereka, dan yang meski demikian kelihatan lambat, memberi kalian terang dan musim-musim, selamanya tetap dan meski begitu senantiasa berubah. Mereka memberi kalian sebuah halaman baru untuk dibaca di langit, setiap malam, setiap bulan, setiap tahun, seolah mereka hendak mengatakan: "Lupakanlah keterbatasan kalian, tinggalkanlah media cetak kalian yang penuh ketidakjelasan, kebusukan, kekotoran, racun, kesalahan, sumpah serapah, materi yang merusak, dan naiklah, setidaknya dengan mata kalian, ke kebebasan tak terbatas cakrawala, buatlah jiwa kalian tampak cemerlang dengan memandang langit yang begitu jernih. Bangunlah suatu suplai cahaya untuk dibawa ke penjara kalian yang gelap. Bacalah kata yang kami tulis dengan memadahkan koor bintang-bintang kami, yang lebih harmonis dibandingkan dengan yang dilantunkan dari sebuah organ katedral. Kata yang kami tulis sementara bersinar, kata yang kami tulis sementara mencinta, sebab senantiasa ada dalam benak kami Dia Yang memberi kami sukacita menjadi ada. Dan kami mengasihi-Nya sebab Ia memberikan kepada kami keberadaan kami, kecemerlangan kami, gerak kami, kebebasan kami, keindahan kami di tengah biru langit yang lembut, di atas mana kami dapat melihat biru yang bahkan terlebih agung: Firdaus. Dan kami menggenapi bagian kedua dari perintah kasih-Nya, dengan mengasihi kalian, sesama semesta kami, mengasihi kalian dengan memberi kalian bimbingan dan terang, kehangatan dan keindahan. Bacalah kata yang kami sampaikan, kata yang untuknya kami menyelaraskan madah kami, kecemerlangan kami, senyum kami: Allah!"



Bagi siapakah gerangan Ia telah menciptakan laut biru, cermin langit, jalan menuju daratan, senyum perairan, suara ombak? Laut itu sendiri adalah sepatah kata yang bersama gemerisik sutera, bersama senyum para gadis yang gembira, bersama desahan orang-orang lanjut usia yang terkenang dan menangis, bersama ributnya kekerasan, bersama dentuman dan raungan senantiasa berbicara dan mengatakan: "Allah". Laut adalah untuk kalian, seperti halnya langit dan bintang-bintang. Dan bersama laut, danau-danau dan sungai-sungai, kolam-kolam dan arus-arus air, sumber-sumber mata air yang murni, semuanya demi memelihara hidup kalian, demi melegakan dahaga kalian, demi membasuh kalian: dan mereka melayani kalian melayani Pencipta mereka, tanpa menenggelamkan kalian, seperti yang pantas bagi kalian.



Bagi siapakah gerangan Ia telah menciptakan tak terbilang banyaknya spesies-spesies binatang, burung-burung berwarna nan indah, yang terbang berkicau, dan binatang-binatang lain yang seperti hamba-hamba, berlari, bekerja, memberi makan dan memelihara kalian dan menolong kalian, raja mereka?



Bagi siapakah Ia telah menciptakan tak terbilang banyaknya spesies-spesies tanaman dan bunga-bunga yang nampak bagai kupu-kupu, bagai intan permata dan burung-burung yang tak bergerak, dan spesies-spesies buah-buahan yang bagai mutiara atau kotak-kotak perhiasan dan sebuah permadani bagi kaki kalian serta pepohonan yang menjadi naungan bagi kepala kalian, sebuah relaksasi menyegarkan dan sukacita bagi benak kalian, bagi tangan dan kaki kalian, penglihatan kalian dan penciuman kalian?



Bagi siapakah Ia telah menciptakan mineral-mineral dalam perut-perut bumi dan garam-garam yang larut dalam sumber-sumber air yang dingin dan yang mendidih, yodium dan bromine, jika tidak agar dia menikmatinya, dia yang bukan Allah, tetapi putera Allah? Dia: manusia.



Sukacita Allah tiada kekurangan apapun: Allah tidak membutuhkan apapun. Ia tercukupi dalam DiriNya sendiri. Ia hanya perlu mengkontemplasikan DiriNya untuk bersukacita, untuk memelihara DiriNya, untuk hidup, untuk beristirahat. Seluruh ciptaan tiada menambahkan barang satu atom pun sukacita, keindahan, hidup dan kuasa tak terhingga Allah. Ia menciptakan segala sesuatu bagi makhluk yang Ia kehendaki tempatkan sebagai raja dalam karya yang dijadikan oleh-Nya: makhluk itu adalah manusia.



Adalah sepantasnya sementara hidup melihat karya Allah yang begitu rupa dan bersyukur atas kuasa-Nya yang memberi kalian kesempatan. Dan kalian harus bersyukur bahwa kalian hidup. Kalian harus bersyukur bahkan meski kalian harus menanti hingga Hari Kiamat untuk ditebus, sebab kalian pendusta, sombong, penuh nafsu birahi dan pembunuh dari Orangtua Pertama kalian dan kalian masih demikian secara individual. Walau demikian Allah memperkenankan kalian menikmati keindahan alam semesta, kebaikan alam semesta: dan Ia memperlakukan kalian seolah kalian adalah anak-anak yang baik, yang diajar dan diberi segala sesuatu supaya hidupnya dapat lebih berbahagia dan lebih senang. Apa yang kalian ketahui, kalian ketahui melalui terang Allah. Apa yang kalian temukan, kalian temukan lewat bimbingan Allah. Dalam Kebaikan. Pengetahuan dan penemuan-penemuan lain yang memiliki tanda kejahatan, berasal dari Kejahatan Tertinggi: Setan.



Benak yang Mahamulia, yang mengetahui segala sesuatu, sebelum manusia ada, tahu bahwa manusia akan menjadi seorang pencuri dan pembunuh dirinya sendiri. Dan sebab Kebaikan Kekal tak memiliki batasan-batasan dalam kebaikan, sebelum Kesalahan ada, Ia memikirkan sarana demi menghapus Kesalahan. Sarana itu: Aku, sang Sabda. Alat untuk menjadikan sarana sebagai suatu alat yang efisien: Maria. Dan sang Perawan diciptakan dalam benak mahatinggi Allah.



Segala sesuatu diciptakan bagi-Ku, Putra terkasih Bapa. Aku - Raja - haruslah memiliki di bawah kaki-kaki Kerajaan IlahiKu permadani-permadani dan batu-batu berharga yang tidak dimiliki istana kerajaan manapun, dan nyanyian-nyanyian dan suara-suara dan pelayan-pelayan dan menteri-menteri sekeliling-Ku seperti yang tidak pernah dimiliki penguasa manapun, dan bunga-bungaan dan intan permata, semua yang mulia, agung, kebaikan yang berasal dari pikiran seorang Allah.



Namun Aku harus menjadi Daging dan Roh. Daging demi menyelamatkan daging. Daging demi memuliakan daging, membawanya ke Surga jauh berabad-abad sebelum saatnya. Sebab daging yang didiami roh merupakan mahakarya Allah dan Surga diciptakan untuknya. Untuk menjadi daging Aku membutuhkan seorang Bunda. Untuk menjadi Allah adalah perlu bahwa BapaNya adalah Allah.



Maka Allah menciptakan MempelaiNya dan berkata kepada-Nya: "Marilah bersama-Ku. Di samping-Ku lihatlah apa yang sedang Aku perbuat bagi Putra kita. Lihatlah dan bersukalah, Perawan abadi, Dara abadi dan kiranya senyum-Mu memenuhi Surga ini dan memberikan kepada para malaikat nada awal mereka dan mengajari Firdaus keharmonisan surgawi. Aku memandang-Mu. Dan Aku melihat-Mu sebagaimana Engkau kelak, Perempuan Immaculata, Yang sekarang baru berupa roh: roh di mana Aku bersukacita. Aku memandang-Mu dan Aku memberikan kepada laut dan cakrawala birunya mata-Mu, kepada jagung suci warna rambut-Mu, putih kepada lily dan merah kepada mawar, seperti kulit sutera-Mu. Aku menjadikan mutiara-mutiara dari mengcopy gigi-gigi-Mu yang mungil, Aku menciptakan strawbery manis dengan melihat mulut-Mu dan Aku memberikan kepada burung bulbul nada suara-Mu dan kepada tekukur tangis-Mu. Dan dengan membaca pikiran-pikiran-Mu di masa mendatang dan mendengarkan denyut jantung-Mu, Aku memiliki motivasi pembimbing dalam mencipta. Marilah, sukacita-Ku, jadikan alam semesta sebagai mainanmu asal Kau menjadi cahaya yang menari-nari dalam pikiran-Ku; milikilah alam semesta demi senyum-Mu, kenakanlah mahkota dan kalung dari bintang-bintang; tempatkanlah bulan di bawah kaki-Mu yang lembut; jadikan Galatea sebagai syal bintang-Mu. Bintang-bintang dan planet-planet adalah untuk-Mu. Marilah dan nikmatilah melihat-lihat bebungaan yang akan menjadi kegirangan kanak-kanak bagi BayiMu dan bantal bagi Putra dari rahim-Mu. Marilah dan lihatlah domba dan anak domba, elang dan merpati diciptakan. Tetaplah di samping-Ku sementara Aku menciptakan relung-relung laut dan alur-alur sungai dan Aku meninggikan gunung-gemunung serta menghiasi mereka dengan salju dan hutan belantara. Tetaplah di sini sementara Aku menabur benih dan pepohonan dan pokok-pokok anggur, dan Aku menciptakan pohon zaitun bagi-Mu, Milik-Ku yang Damai, dan pokok anggur bagi-Mu, ranting Anggur-Ku yang akan menghasilkan Berkas anggur Ekaristik. Berlarilah, terbanglah, bersukacitalah, Cantik-Ku. Dan kiranya alam semesta yang diciptakan dari waktu ke waktu belajar dari-Mu untuk mengasihi-Ku, KekasihKu, dan kiranya ia menjadi semakin cantik karena senyum-Mu, Bunda PutraKu, Ratu Firdaus-Ku, Kekasih AllahMu". Dan lagi, melihat yang Salah dan mengagumi Yang Tanpa Salah: "Datanglah kepada-Ku, Engkau yang menghapus kepahitan akan ketidaktaatan manusia, perzinahan manusia dengan Setan dan kedurhakaan manusia. Aku akan membawa bersama-Mu pembalasan-Ku atas Setan."



Allah, Bapa Pencipta, telah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan sebuah hukum kasih yang begitu sempurna hingga kalian bahkan tak akan dapat lagi memahami kesempurnaannya. Dan kalian menjadi sesat dalam ketakjuban bagaimana jadinya species manusia, andai manusia tidak diajari oleh Setan bagaimana memperolehnya.



Perhatikanlah tanam-tanaman buah dan benih. Apakah mereka menghasilkan benih dan buah melalui perzinahan, melalui satu pembuahan dari seratus perkawinan? Tidak. Serbuk sari muncul dari bunga jantan dan digerakkan oleh suatu hukum meteorik dan magnetik yang komplex ia menuju ke ovarium bunga betina. Ovarium membuka, menerimanya dan menghasilkan buah. Ia tidak mencemari dirinya sendiri dan kemudian menolaknya, seperti yang kalian lakukan, guna menikmati sensasi yang sama keesokan harinya. Ia menghasilkan buah dan hingga tibanya musim baru, ia tidak dibuahi lagi dan apabila itu terjadi, itu hanya demi menghasilkan buah.



Perhatikanlah binatang-binatang. Semuanya. Pernahkah kalian melihat seekor binatang jantan dan betina saling menghampiri satu sama lain untuk sekedar berpelukan dan mengumbar hawa nafsu? Tidak. Dari dekat maupun jauh, mereka terbang, merayap, melompat ataupun berlari, mereka pergi, apabila saatnya tiba, untuk melakukan ritus perkawinan. Pun tidak pernah mereka menghindar dengan berhenti pada kenikmatan, akan tetapi mereka bertindak lebih jauh, ke konsekwensi serius dan suci akan adanya keturunan, satu-satunya alasan yang menjadikan manusia ada, setengah dewa menurut asalnya yang dari Rahmat  yang telah Aku perlengkapi, untuk menerima sifat binatang dari tindakan itu, yang perlu sebab kalian telah turun satu tingkat ke binatang.



Kalian tidak bertindak seperti tanaman dan binatang. Kalian punya Setan sebagai guru kalian. Kalian menginginkannya sebagai guru kalian dan kalian masih menginginkannya. Dan perbuatan-perbuatan yang kalian lakukan adalah apa yang diharapkan dari guru yang kalian kehendaki itu. Andai kalian setia kepada Allah, kalian akan menikmati sukacita memiliki anak-anak, dengan suatu cara yang suci, tanpa sakit, tanpa melelahkan diri kalian dalam persetubuhan yang cabul dan memalukan, yang bahkan tak dikenal binatang, meski binatang tak memiliki akal budi dan jiwa rohani.



Bagi laki-laki dan perempuan, yang dirusakkan oleh Setan, Allah memutuskan untuk menentang Manusia yang dilahirkan dari seorang Perempuan, Yang telah begitu dimuliakan secara luar biasa oleh Allah ke tingkat yang begitu rupa hingga Perempuan itu menghasilkan keturunan tanpa mengenal laki-laki: sekuntum Bunga yang menghasilkan sekuntum Bunga, tanpa membutuhkan benih, melainkan melalui sebuah kecupan unik dari Matahari kepada piala tak bercela Lily-Maria.



Pembalasan Allah!



Desiskanlah, O Setan, kedengkianmu sementara Ia [= Maria] datang ke dunia! Kanak-kanak ini telah menderamu! Sebelum menjadi Pemberontak, Pembelot, Perusak, kau telah didera dan Ia [= Maria] adalah Penakluk-mu. Seribu tentara yang berkumpul tak berdaya melawan kuasamu, tangan-tangan manusia lumpuh di hadapan sisik-sisikmu, hai Yang Abadi, dan tak ada angin yang mampu menyingkirkan bau busuk napasmu. Dan meski demikian, tumit Kanak-kanak ini, yang begitu kemerahan hingga laksana bagian dalam sekuntum camellia merah, dan yang begitu halus dan lembut hingga sutera nampak kasar dibandingkannya, dan yang begitu kecil hingga dapat masuk ke dalam piala sekuntum tulip dan membuat bagi dirinya sebuah sepatu mungil dengan satin sayuran itu, tumit itu akan meremukkan kepalamu tanpa takut dan menurunkanmu ke liangmu. Dan seruan-Nya memaksamu untuk melarikan diri, meski kau tidak takut pada tentara. Dan napas-Nya memurnikan dunia dari bau busukmu. Kau ditaklukkan. Nama-Nya, tatapan mata-Nya, kemurnian-Nya adalah sebilah tombak, seberkas halilintar yang menembusimu dan melumpuhkanmu dan membelenggumu dalam liangmu di Neraka, hai Yang Terkutuk, yang merampas dari Allah sukacita menjadi Bapa dari semua manusia yang diciptakan!



Sia-sia kau merusak mereka, yang telah diciptakan tanpa dosa, menghantar mereka pada pengetahuan dan gagasan melalui kenikmatan nafsu birahi, mengenyahkan Allah, dalam diri makhluk terkasih-Nya, dari menjadi penolong bagi anak-anak seturut hukum, yang, andai mereka hormati, akan memelihara keseimbangan di bumi antara jenis kelamin dan suku, keseimbangan yang bisa mencegah peperangan-peperangan antar manusia serta bencana di antara keluarga-keluarga.



Dengan taat, mereka juga akan mengenal kasih. Tidak, hanya dengan taat mereka akan mengenal kasih dan memilikinya. Suatu kepemilikan yang lengkap dan damai atas karunia dari Allah ini, Yang dari adikodrati turun kepada yang lebih rendah, supaya daging juga dapat bersukacita dengan tulus, sebab ia dipersatukan dengan roh dan diciptakan oleh Dia Yang menciptakan roh.



Sekarang, manusia, apakah kasih kalian, apakah yang kalian kasihi? Entah percabulan yang tersamar sebagai cinta atau ketakutan tanpa akhir akan kehilangan cinta dari pasangan kalian melalui percabulannya atau percabulan orang lain. Kalian tidak pernah yakin memiliki hati suami atau isterimu, sejak nafsu birahi masuk ke dalam dunia. Dan kalian gemetar dan menangis dan menjadi terlalu tegang akibat cemburu, terkadang kalian membunuh demi membalaskan dendam suatu pengkhianatan, terkadang kalian putus asa, dan terkadang kalian tak bergairah atau bahkan menjadi gila.



Inilah apa yang telah kau lakukan, Setan, terhadap anak-anak Allah. Mereka yang telah kau rusak, sebenarnya akan dapat menikmati sukacita mempunyai anak-anak tanpa menderita sakit apapun dan akan mengalami sukacita dilahirkan tanpa takut mati. Tetapi sekarang kau dikalahkan dalam diri seorang Perempuan dan oleh seorang Perempuan. Mulai dari sekarang, barangsiapa mengasihi-Nya [= Maria] akan sekali lagi menjadi milik Allah, mengatasi pencobaan-pencobaannya, mampu melihat kemurnian-Nya yang immaculata. Mulai dari sekarang para ibu, meski tak dapat mengandung tanpa sakit, akan menemukan penghiburan dalam diri-Nya. Mulai dari sekarang Ia akan menjadi pembimbing para perempuan yang menikah dan Bunda dari mereka yang di ambang ajal, sehingga akan terasa manis meninggal dengan beristirahat pada dada itu yang merupakan perisai melawanmu, kau Yang Terkutuk, dan menghadapi murka Allah.



Maria [Valtorta], suara kecil, kau telah menyaksikan kelahiran Putra sang Perawan dan kenaikan sang Perawan ke Surga. Oleh karenanya engkau telah melihat bahwa mereka yang tanpa salah tak mengenal sakit melahirkan pula sakit sakaratulmaut. Akan tetapi jika Bunda Allah yang Paling Tak Berdosa dianugerahi kesempurnaan karunia-karunia surgawi, maka mereka semua yang dalam Orangtua Pertama tetap tak berdosa dan menjadi anak-anak Allah, akan melahirkan tanpa sakit beranak sebab itu pantas, mereka mengandung tanpa nafsu birahi, dan mereka akan meninggal tanpa gelisah.



Kemenangan mahamulia Allah atas dendam Setan adalah demi meningkatkan kesempurnaan makhluk terkasih ke suatu kesempurnaan super yang akan membatalkan sekurangnya dalam diri satu orang segala kenangan kemanusiaan, yang terkena racun Setan, sehingga Putra diturunkan bukan melalui pelukan murni seorang laki-laki, melainkan melalui pelukan ilahi yang membuat roh berubah warna dalam ekstase Api.



Keperawanan sang Perawan!...



Marilah! Renungkanlah keperawanan penuh makna ini yang menimbulkan kebingungan ekstatik dalam permenungannya! Apakah makna keperawanan malang dari seorang  perempuan yang tak dinikahi laki-laki? Tak ada artinya. Apakah makna keperawanan dari seorang perempuan yang rindu menjadi seorang perawan demi menjadi milik Allah, tetapi perawan dalam tubuhnya saja dan tidak dalam rohnya, di mana dia membiarkan pikiran-pikiran asing masuk dan menghibur pikiran-pikiran birahi manusia? Itu adalah keperawanan munafik! Sangat sedikit maknanya. Apakah makna keperawanan dari seorang biarawati di balik dinding biara yang hidup hanya bagi Allah? Banyak sekali. Akan tetapi itu tidak pernah bisa disebut keperawanan sempurna apabila dibandingkan dengan keperawanan BundaKu.



Selalu ada suatu persatuan, juga dalam diri orang yang paling kudus sekalipun. Persatuan asal antara roh dan kesalahan. Persatuan yang hanya dapat dipisahkan oleh Baptis. Baptis memisahkannya, namun seperti halnya seorang perempuan dipisahkan dari suaminya karena kematian sang suami, hal itu tidak membuat keperawanan utuh seperti pada Orangtua Pertama sebelum Dosa. Sebuah bekas luka tinggal dan terasa sakit membuat orang mengingatnya, dan luka itu selalu siap untuk menjadi sebuah borok seperti penyakit tertentu yang secara periodik semakin memburuk karena virus. Dalam sang Perawan tak ada tanda persatuan yang dipisahkan dengan Kesalahan ini. Jiwa-Nya tampak indah dan utuh seperti ketika Bapa menciptakan-Nya, dengan menghimpun segala rahmat dalam diri-Nya.



Ia adalah sang Perawan. Ia Yang Satu. Ia Yang Sempurna. Yang Utuh. Diciptakan begitu rupa. Dilahirkan begitu rupa. Tetap begitu rupa. Dimahkotai begitu rupa. Kekal begitu rupa. Ia adalah sang Perawan. Ia adalah puncak dari yang tak terpahami, dari kemurnian, dari rahmat yang hilang dalam Jurang dari mana ia muncul: dalam Allah: Yang Tak Terpahami, Kemurnian, Rahmat yang paling sempurna.



Itulah pembalasan Allah yang Tritunggal dan yang Satu. Melawan makhluk-makhluk yang dicemarkan Ia meninggikan Bintang ini ke kesempurnaan. Melawan keingintahuan yang merusak Ia meninggikan Perawan Bersahaja ini, yang hanya puas dengan mengasihi Allah. Melawan pengetahuan si jahat, Perawan Tak Berdosa yang agung ini. Dalam Dia bukan hanya tak ada pengenalan akan kasih yang menyedihkan: bukan hanya tak ada tidak-mengenal kasih yang telah Allah berikan kepada orang-orang yang menikah. Jauh terlebih lagi. Dalam Dia ada ketiadaan pemicu, warisan Dosa. Dalam Dia hanya ada kebijaksanaan kasih ilahi yang sedingin es dan yang panas membara. Suatu api yang menguatkan daging dengan es, agar ia menjadi sebuah cermin transparan di altar di mana Allah menikahi seorang Perawan dan tidak merendahkan DiriNya sebab kesempurnaan-Nya memeluk kesempurnaan sang Perawan, yang, sebab menjadi seorang mempelai perempuan, lebih rendah hanya satu tingkat dari-Nya, tunduk kepada-Nya sebagai seorang Perempuan, namun tanpa salah seperti Ia adanya."



(1) Arpeggio: bunyi nada-nada berturut-turut dengan cepat.



 5. PENTAHIRAN ANNA DAN MARIA DIPERSEMBAHKAN



28 Agustus 1944


Di Yerusalem aku melihat Yoakim dan Anna, bersama Zakharia dan Elisabet, keluar dari sebuah rumah, yang pastilah milik sahabat atau sanak, dan mereka mengarahkan langkah mereka menuju Bait Allah untuk upacara Pentahiran.


Anna menggendong si Bayi, yang sepenuhnya terbungkus dalam kain bedung, tidak, sepenuhnya terbungkus dalam sehelai pakaian lebar terbuat dari wool tipis, yang, meski demikian, pastilah lembut dan hangat. Mustahil menggambarkan betapa berhati-hati dan penuh kasih ia menggendong dan menjaga makhluk kecilnya, mengangkat pinggiran kain yang lembut dan hangat itu untuk melihat apakah Maria dapat bernapas bebas, dan lalu ia menatanya kembali guna melindungi-Nya dari udara menusuk suatu hari di musim dingin yang cerah namun dingin.


Elisabet membawa beberapa bungkusan di tangan-tangannya. Yoakim menarik dengan seutas tali dua ekor anak domba yang besar dan putih bersih, yang lebih serupa domba-domba jantan daripada anak-anak domba. Zakharia tidak membawa apa-apa. Ia tampan dalam pakaian linennya, yang kelihatan di bawah mantol wool tebal berwarna putih. Zakharia, jauh lebih muda dibandingkan ketika ia nampak saat kelahiran Pembaptis, dalam kematangan usianya, sebagaimana Elisabet adalah seorang perempuan yang sudah berumur, namun masih segar dalam penampilannya: dan ia membungkuk dalam ekstase di atas wajah mungil yang tertidur, setiap kali Anna melihat sang Bayi. Ia juga cantik dalam balutan pakaian birunya yang nyaris lembayung tua dan dalam kerudungnya yang menutupi kepalanya dan lalu jatuh terjuntai pada bahunya, dan pada mantolnya yang berwarna lebih gelap dari gaunnya.


Namun Yoakim dan Anna sungguh berwibawa dalam balutan pakaian terbaik mereka. Tak seperti biasanya, Yoakim tidak mengenakan jubah coklat tuanya. Sebagai ganti, ia mengenakan pakaian panjang berwarna merah tua gelap, yang sekarang kita sebut merah St. Yosef, dan jumbai-jumbai pada mantolnya baru dan indah. Ia, juga, mengenakan semacam kerudung segiempat pada kepalanya yang diikatkan dengan selembar pita kulit. Semuanya serba baru dan dari kualitas terbaik.


Anna, oh! Ia tidak mengenakan gaun gelap hari ini! Gaunnya berwarna kuning sangat pucat, nyaris seperti warna gading tua, yang diikatkan pada pinggang, leher dan pergelangan tangannya dengan sebuah sabuk besar yang kelihatan seperti dari perak dan emas. Kepalanya tertutup sehelai kerudung damas yang sangat tipis, yang dipasangkan pada dahinya dengan sebuah plat tipis namun berharga. Ia mengenakan seuntai kalung dari benang logam mulia berpola renda sekeliling lehernya dan gelang-gelang pada kedua pergelangan tangannya. Ia bagai seorang ratu, juga karena wibawa dengan mana ia mengenakan gaunnya, dan teristimewa mantolnya, yang berwarna kuning muda dengan pinggiran pola geometris Yunani yang dengan indah disulamkan dalam warna yang senada.


"Engkau kelihatan persis seperti pada hari pernikahanmu. Aku masih sedikit lebih tua dari seorang gadis waktu itu, tapi aku masih ingat betapa cantik dan bahagianya engkau," kata Elisabet.


"Tapi sekarang aku bahkan terlebih bahagia... dan aku memutuskan untuk mengenakan gaun yang sama untuk upacara ini. Aku telah menyimpannya untuk saat ini… dan tadinya aku tak lagi berharap untuk mengenakannya untuk ini."


"Tuhan telah sangat mengasihimu…" kata Elisabet dengan menghela napas.


"Dan itulah sebabnya mengapa aku memberikan kepada-Nya apa yang paling aku cintai. Bungaku ini."


"Bagaimanakah kau akan dapat merenggutnya dari hatimu bila saatnya tiba?"


"Dengan mengingat bahwa aku tidak memiliki-Nya dan bahwa Allah memberikan-Nya kepadaku. Aku akan selalu lebih berbahagia sekarang daripada waktu itu. Ketika aku tahu Ia ada di Bait Allah aku akan mengatakan kepada diriku sendiri: "Ia sedang berdoa dekat Tabernakel, Ia berdoa kepada Allah Israel juga untuk mama-Nya" dan aku akan merasa damai. Dan aku akan merasa terlebih damai dengan mengatakan: "Ia sepenuhnya milik Allah. Apabila kedua orangtua yang lanjut usia namun berbahagia ini, yang menerima-Nya dari Surga, sudah tidak lagi hidup, maka Ia, yang Kekal, akan tetap menjadi BapaNya." Percayalah padaku, aku sepenuhnya yakin, makhluk kecil ini bukanlah milik kita. Aku sudah tak mampu melakukan apa-apa lagi... Ia yang menempatkan-Nya dalam dadaku, suatu karunia ilahi untuk menghapuskan airmataku dan menggenapi pengharapan-pengharapan kami dan doa-doa kami. Itulah sebabnya mengapa Ia milik Allah. Kami adalah para pelindung yang berbahagia… dan semoga Allah diberkati untuk ini!"


Sekarang mereka telah tiba di tembok-tembok Bait Allah.


"Sementara kalian menuju Gerbang Nicanor, aku akan pergi dan memberitahu imam. Dan lalu aku akan datang pula," kata Zakharia. Dan ia menghilang di balik suatu bangunan melengkung yang menghantar ke dalam sebuah halaman luas yang dikelilingi serambi-serambi.


Rombongan itu terus berjalan sepanjang teras-teras berikutnya. Aku tidak tahu apakah aku telah mengatakan ini sebelumnya: tembok yang mengelilingi Bait Allah tidak berdiri pada tanah datar melainkan naik semakin dan semakin tinggi melalui teras-teras yang berurutan. Tiap-tiap teras dicapai dengan anak-anak tangga dan pada masing-masing teras terdapat halaman-halaman dan serambi-serambi serta pintu-pintu gerbang yang indah terbuat dari marmer, perunggu dan emas.


Sebelum tiba di tempat tujuan mereka berhenti untuk mengeluarkan isi bungkusan: cake, aku pikir, yang lebar dan ceper dan sangat berminyak, tepung putih, dua ekor merpati dalam sebuah sangkar kecil dari anyaman serta beberapa koin perak besar: koin-koin itu lumayan berat tapi untungnya pakaian tidak memiliki saku-saku pada masa itu jika tidak, pastilah koin-koin itu akan melubangi saku-saku mereka.


Inilah Gerbang Nicanor yang indah, seluruhnya dipahat dalam perunggu tebal bersepuh perak. Zakharia sudah di sana di samping seorang imam yang berwibawa berpakaian linen.


Anna diperciki dengan apa yang aku pikir adalah air suci pembesihan dan lalu ia diperintahkan untuk maju ke altar kurban. Sang Kanak-kanak tak lagi ada dalam buaiannya. Elisabet, yang berhenti di sisi Gerbang, telah mengambil alih si Bayi.


Yoakim, sebaliknya, berjalan di belakang isterinya, dengan menyeret seekor anak domba yang mengembik pilu. Dan aku... aku melakukan tepat sama seperti yang aku lakukan pada waktu pentahiran Maria: aku menutup kedua mataku agar tidak melihat pembantaian.


Sekarang Anna ditahirkan.


Zakharia membisikkan sesuatu kepada rekannya, yang mengangguk seraya tersenyum. Ia lalu menghampiri rombongan yang telah berkumpul kembali dan memberi selamat kepada sang ibu dan bapa atas sukacita mereka dan kesetiaan mereka kepada janji-janji; kepada imam diberikan anak domba yang kedua, tepung dan cake.


"Jadi Putri ini dikuduskan bagi Tuhan? Semoga berkat Tuhan tinggal bersama-Nya dan bersama kalian. Ini Hana datang. Ia akan menjadi salah seorang dari guru-Nya. Hana anak Fanuel dari suku Asyer. Kemarilah, perempuan. Si kecil ini dipersembahkan ke Bait Allah sebagai kurban pujian. Kau akan menjadi guru-Nya dan Ia akan bertumbuh menjadi kudus di bawah bimbinganmu."


Hana, yang rambutnya sudah sepenuhnya abu-abu, menimang sang Kanak-kanak, yang telah terbangun dan melihat dengan mata tak berdosa-Nya yang heran pada semua yang nampak putih dan keemasan tertimpa cahaya matahari.


Upacara pastilah telah usai. Aku tidak melihat suatu upacara istimewa bagi persembahan Maria. Mungkin sudah cukup mengatakan kepada imam, dan di atas semuanya Allah, di tempat suci itu.


"Aku ingin memberikan persembahan kepada Bait Allah dan pergi ke sana di mana aku melihat cahaya itu tahun lalu."


Mereka pergi dengan disertai Hana anak Fanuel. Mereka tidak memasuki Bait Allah yang sesungguhnya; sebab mereka perempuan dan dalam kasus yang dipersembahkan adalah seorang gadis kecil, bisa dimaklumi jika mereka bahkan tidak pergi sampai ke tempat di mana Maria pergi untuk mempersembahkan PutraNya. Tetapi sangat dekat dengan pintu yang terbuka lebar, mereka melihat ke bagian dalam yang setengah gelap darimana nyanyian-nyanyian merdu para gadis dapat terdengar dan di mana lampu-lampu berharga dinyalakan dan memancarkan suatu cahaya keemasan pada dua petak bungkul-bungkul berkerudung putih: dua petak bunga lily yang sesungguhnya.


"Dalam waktu tiga tahun lagi Kau akan berada di sana juga, Lilyku," janji Anna kepada Maria, Yang melihat terpesona ke bagian dalam dan tersenyum mendengar nyanyian lembut itu.


"Kau akan berkata bahwa Ia mengerti," kata Hana anak Fanuel. "Ia seorang kanak-kanak yang cantik! Ia akan aku kasihi seolah Ia puteriku sendiri. Aku berjanji kepadamu, bunda. Andai aku diperkenankan untuk menjadi gurunya."


"Pasti, perempuan," kata Zakharia. "Kau akan menerima-Nya di antara para gadis suci. Aku juga akan ada disana. Aku ingin ada di sana pada hari itu untuk mengatakan kepada-Nya agar ia mendoakan kami sejak dari saat pertama..." dan ia memandang isterinya yang mengerti dan menghela napas.


Upacara usai dan Hana anak Fanuel undur diri, sementara yang lain meninggalkan Bait Allah sambil bercakap-cakap satu sama lain.


Aku mendengar Yoakim mengatakan: "Bukan hanya dua ekor anak domba dan yang terbaik, tetapi aku akan memberikan seluruh anak-anak dombaku bagi sukacita ini dan untuk memuji Allah!"


Aku tidak melihat apa-apa lagi.




Yesus bersabda:


"Salomo dalam Kebijaksanaannya mengatakan: "Barangsiapa seorang kanak-kanak, biarlah ia datang kepadaku." Dan sungguh dari benteng, dari tembok-tembok kota-Nya [= Maria], Kebijaksanaan Abadi mengatakan kepada Dara Abadi: "Datanglah kepada-Ku," sebab rindu memiliki-Nya. Di kemudian hari Putra dari Dara Termurni akan mengatakan: "Biarkan anak-anak kecil datang kepada-Ku sebab merekalah empunya Kerajaan Surga, dan barangsiapa tidak menjadi seperti mereka tidak akan beroleh bagian dalam Kerajaan-Ku." Suara-suara bersahutan satu sesudah yang lain dan sementara suara Surga berseru kepada Maria kecil: "Datanglah kepada-Ku", suara Manusia berbicara, dan memikirkan BundaNya ketika mengatakan: "Datanglah kepada-Ku jika engkau dapat menjadi seperti anak-anak."


Aku memberikan BundaKu kepada kalian sebagai teladan.


Inilah Dara sempurna dengan hati yang murni dan bersahaja bagai seekor merpati, inilah Dia Yang tahun-tahun-Nya dan kontak duniawi-Nya tidak menjadikan-Nya tidak taat dalam kekejian roh yang palsu,  bengkok dan rusak. Sebab Ia tidak menghendakinya. Datanglah kepada-Ku, dengan memandang Maria.


Sebab kau melihat-Nya, katakan kepada-Ku: Adakah tatapan mata-Nya sebagai seorang bayi amat berbeda dari yang kau lihat ketika Ia berada di kaki Salib atau dalam kebahagiaan Pentakosta atau ketika kedua kelopak mata-Nya menutup di atas mata tak berdosa-Nya untuk tidur terakhir-Nya? Tidak. Inilah tatapan ketidakpastian dan heran dari seorang bayi, kemudian menjadi tatapan takjub dan rendah hati dari Kabar Sukacita, dan kemudian tatapan bahagia dari sang Bunda di Bethlehem, dan kemudian tatapan penyembahan dari Murid-Ku yang pertama dan termulia, kemudian tatapan pilu dari Bunda yang Berduka di Golgota, kemudian tatapan berseri dari Kebangkitan dan Pentakosta, dan kemudian tatapan terselubung tidur ekstatik dari penglihatan terahir. Namun, apakah mata itu terbuka pada pandangan pertama, atau tertutup letih pada terang terakhir, setelah melihat begitu banyak sukacita dan kengerian, mata-Nya adalah bagian langit yang jernih, murni, damai yang senantiasa bersinar di bawah dahi Maria. Amarah, kepalsuan, kesombongan, percabulan, kedengkian, keingintahuan tiada pernah mencemarinya dengan awan kelamnya.


Itulah mata yang memandang Allah dengan penuh cinta, entah ia menangis atau tertawa, dan demi Allah membelai dan mengampuni serta menanggung segala sesuatu, dan dengan kasih Allah tak mempan terhadap serangan si Jahat, yang begitu sering memanfaatkan mata untuk menembusi hati. Adalah mata yang murni, tenang, terberkati yang dimiliki mereka yang murni, para kudus, para kekasih Allah.


Aku mengatakan: "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu." Para kudus memiliki mata ini yang adalah terang bagi jiwa dan keselamatan bagi daging, sebab seperti Maria sepanjang hidup mereka memandang hanya kepada Allah. Terlebih lagi: mereka ingat akan Allah.


Aku akan menjelaskan kepadamu, suara kecil-Ku, makna dari perkataan-Ku ini."


  6. PUTRA TELAH MENEMPATKAN KEBIJAKSANAAN-NYA KE ATAS BIBIR BUNDANYA 


29 Agustus 1944


Aku melihat Anna sekali lagi: sejak kemarin sore aku melihatnya seperti ini: duduk di pintu masuk pergola yang rindang, sibuk dengan jahitannya. Ia mengenakan gaun berwarna abu-abu pasir, sangat sederhana dan sangat lebar, mungkin karena hawa yang panas menyengat.


Di ujung pergola alat-alat pemotong kelihatan sedang memotong jerami. Tapi itu pasti bukan jerami panenan pertama sebab buah-buah anggur nyaris berwarna keemasan dan buah-buah dari sebatang pohon apel yang besar nampak kuning berkilau dan merah lilin. Ladang jagung bukan apa-apa selain dari tunggul dengan bunga-bunga poppy berayun-ayun bagai nyala-nyala api kecil dan bunga-bunga liar yang kaku dan bersih berbentuk seperti bintang-bintang dan sebiru langit timur.


Maria kecil datang muncul dari pergola yang rindang: Ia telah lincah dan mandiri. Langkah-langkah kecil-Nya mantap dan sandal putih-Nya tidak menyandung kerikil-kerikil. Cara berjalan-Nya yang lemah-gemulai telah seperti langkah seekor merpati yang sedikit bergelombang, dan Ia sepenuhnya putih - bagai seekor merpati kecil - dalam balutan gaun linen-Nya yang terjuntai hingga ke mata kaki-Nya. Sehelai gaun lebar yang dikerut pada bagian leher dengan sehelai pita biru dan lengan-lengan baju yang pendek memperlihatkan lengan-lengan yang kemerahan dan montok. Ia tampak bagai seorang malaikat kecil: rambut-Nya selembut sutera dan berwarna pirang madu, tidak terlalu keriting tapi dengan cantik berombak dan berakhir dengan keriting: mata-Nya biru langit, wajah mungil-Nya yang manis kemerahan dan tersenyum. Juga hembusan angin yang melewati lengan-lengan baju-Nya yang lebar meniup bagian bahu gaun linen-Nya membantu memberi-Nya tampilan seorang malaikat kecil dengan sayap-sayapnya setengah terbuka siap untuk terbang.


Ada dalam tangan-tangan-Nya bunga-bunga poppy, bunga-bunga liar padang dan bunga-bunga lain yang tumbuh di ladang jagung, tapi aku tidak tahu nama bunga-bunga itu. Ia berjalan dan ketika sudah dekat bunda-Nya Ia mulai berlari, berteriak kegirangan dan, bagai seekor merpati kecil, Ia mengakhiri perjalanan-Nya pada lutut bundaNya: ia telah membuka kedua lututnya untuk menerima-Nya. Anna telah mengesampingkan jahitannya agar Ia tak tertusuk dan telah merentangkan kedua tangannya untuk memeluk-Nya.


Sejauh itu kemarin sore. Pagi ini Ia muncul kembali dan berlanjut sebagai berikut.


"Mama, mama!" Si merpati putih kecil sama sekali terbenam dalam sarang lutut bundaNya, menyentuh rerumputan pendek dengan kaki mungil-Nya dan menyembunyikan wajah-Nya dalam pangkuan bundaNya, hingga hanya rambut keemasan-Nya yang kelihatan pada tengkuk leher-Nya ke atas mana Anna membungkuk untuk mengecupnya penuh sayang.


Lalu Ia mengangkat kepala-Nya dan memberikan bunga-bunga kepada bundaNya. Semuanya untuk mamaNya dan untuk tiap-tiap bunga Ia menceritakan kisah yang telah dikarang-Nya.


Yang biru dan besar ini, adalah sebuah bintang yang telah turun dari Surga untuk membawa kecupan Tuhan kepada mamaKu. Ini: ciumlah bunga surgawi kecil ini di sana, pada hatinya, dan kau akan lihat bahwa ia berasa Allah.


Yang lain ini, sebaliknya, yang biru lebih muda, seperti mata papa, telah menuliskan pada daun-daunnya bahwa Tuhan sangat mengasihi papa sebab ia baik.


Dan yang sangat kecil mungil ini, satu-satunya yang dapat ditemukan, (sekuntum myosote), adalah yang dibuat Allah untuk mengatakan kepada Maria bahwa Allah mengasihi-Nya.


Dan yang merah-merah ini, apakah Mama tahu apa itu? Itu adalah potongan-potongan pakaian Raja Daud, bernoda darah para musuh Israel dan yang tercecer pada medan-medan perang dan medan-medan kemenangan. Potongan-potongan itu berasal dari cabikan-cabikan pakaian kebesaran yang gagah yang terkoyak dalam pertempuran demi Tuhan.


Sebaliknya yang putih dan lembut ini, yang tampak seperti dibuat dengan tujuh cawan sutera yang menatap ke Surga, yang harum mewangi, dan yang tumbuh di sana, dekat mata air, papa mengambilnya untuk-Nya [= Maria] dari antara onak duri - dibuat dengan pakaian Salomo. Salomo mengenakannya, bertahun-tahun yang silam, pada bulan yang sama di mana cucu perempuan kecilnya dilahirkan, ketika ia berjalan di tengah himpunan orang Israel di depan Tabut dan Tabernakel [= Kemah Suci], dalam kemegahan jubah kebesarannya. Dan ia bersukacita karena awan yang kembali untuk melingkupi kemuliaannya, dan ia memadahkan kidung dan doa sukacitanya.


"Aku ingin selalu seperti bunga ini, dan seperti raja yang bijaksana Aku hendak memadahkan sepanjang hidup-Ku kidung-kidung dan doa-doa di hadapan Tabernakel," Maria mengakhiri.


"Bagaimana Kau tahu perkara-perkara suci ini, sayangku? Siapakah yang memberitahu-Mu? BapaMu?"


"Bukan. Aku tidak tahu siapa. Aku pikir aku sudah selalu mengetahuinya. Mungkin ada seseorang yang mengatakannya kepada-Ku dan Aku tidak melihatnya. Mungkin salah seorang dari para malaikat yang Allah kirim untuk berbicara kepada orang-orang yang baik. Mama, maukah engkau menceritakan kepada-Ku kisah yang lain?"


"Oh, sayangku! Kisah mana yang ingin Kau ketahui?"


Maria tengah berpikir, larut tenggelam dalam pikiran-pikiran-Nya. Ekspresi-Nya seharusnya diabadikan dalam sebuat potret. Bayang-bayang pikiran-Nya tercermin pada wajah kekanak-kanakan-Nya. Ada senyuman-senyuman dan helaan-helaan napas, sinar matahari dan awan-awan, memikirkan sejarah Israel. Kemudian Ia membuat keputusan: "Sekali lagi kisah tentang Gabriel dan Daniel, di mana Kristus dijanjikan."


Dan Ia mendengarkan, dengan kedua mata-Nya tertutup, mengulangi dengan suara lirih kata-kata yang diucapkan bundaNya, seolah hendak mengingatnya lebih baik. Ketika Anna sampai pada akhir cerita Ia bertanya: "Berapa lama lagi sebelum kita memiliki sang Imanuel?"


"Sekitar tigapuluh tahun, sayangku."


"Begitu lama sekali! Dan Aku akan sudah berada di Bait Allah… Katakan, jika Aku berdoa sangat tekun, begitu tekun, siang dan malam, malam dan siang, dan Aku ingin menjadi hanya milik Allah, sepanjang  hidup-Ku, demi tujuan ini, apakah Bapa yang Kekal menganugerahi-Ku rahmat dengan mengutus Mesias kepada umat-Nya lebih cepat?"


"Aku tidak tahu, sayangku. Nabi mengatakan: "tujuhpuluh minggu." Aku tidak berpikir bahwa suatu nubuat dapat salah. Akan tetapi Tuhan itu begitu baik," ia ragu menambahkan, melihat airmata muncul di atas bulu mata berwarna terang anaknya, "Tuhan itu begitu baik hingga aku percaya bahwa jika Kau sungguh berdoa sangat tekun, begitu tekun, Ia akan mendengarkan doa-Mu."


Seulas senyum sekali lagi muncul pada wajah mungil-Nya, yang telah diangkatnya ke arah bundaNya dan sinar matahari, yang masuk lewat celah cabang-cabang anggur menyebabkan air mata-Nya berkilau bagai tetesan-tetesan embun pada tangkai-tangkai lumut alpine yang sangat tipis.


"Kalau begitu Aku akan berdoa dan Aku akan menjadi seorang perawan untuk ini."


"Tetapi tahukah Kau apa itu artinya?"


"Artinya bahwa orang tidak mengenal kasih manusia, melainkan hanya kasih kepada Allah. Artinya bahwa orang tidak memikirkan yang lain selain Tuhan. Artinya tetap kanak-kanak dalam daging dan malaikat dalam hati. Artinya bahwa orang tiada memiliki mata selain untuk memandang Allah, dan telinga untuk mendengarkan-Nya, dan mulut untuk memuji-Nya, tangan untuk mempersembahkan dirinya sebagai suatu kurban, kaki untuk mengikuti-Nya dengan mantap, dan hati serta hidup untuk dipersembahkan kepada-Nya."


"Semoga Allah memberkati-Mu! Tapi jika demikian Engkau tidak akan pernah mempunyai anak-anak, padahal Kau begitu menyayangi bayi-bayi dan anak-anak domba kecil serta merpati... Kau tahu itu? Seorang bayi bagi ibunya adalah bagaikan anak domba kecil putih berbulu keriting, dia adalah bagaikan merpati kecil dengan bulu-bulu sutera dan bibir merah untuk dicintai dan dikecup dan terdengar mengatakan: "Mama!"


"Tidak apa-apa. Aku akan menjadi milik Allah. Aku akan berdoa di Bait Allah. Dan mungkin suatu hari kelak Aku akan melihat sang Imanuel. Perawan yang akan menjadi BundaNya pastilah telah lahir, seperti dikatakan Nabi agung, dan Ia [= sang Perawan] ada di Bait Allah... Aku akan menjadi teman-Nya ... pelayannya. Oh! Ya. Andai Aku bisa bertemu dengan-Nya [= sang Perawan], melalui terang Allah, Aku rindu melayani-Nya, Ia yang Diberkati. Dan kemudian, Ia akan membawa PutraNya kepada-Ku, Ia akan membawa-Ku kepada PutraNya, dan Aku akan melayani-Nya juga... Bayangkan itu, mama!... Melayani sang Mesias!!" Maria dikuasai oleh pemikiran ini yang meninggikan-Nya dan sekaligus menjadikan-Nya sepenuhnya rendah hati. Dengan kedua tangan-Nya tersilang di dada-Nya dan kepala mungil-Nya sedikit membungkuk ke depan dan berbinar dalam emosi, Ia bagai suatu reproduksi kanak-kanak dari Kabar Sukacita yang aku lihat. Ia berkata lagi: "Tetapi akankah Raja Israel, Tuhan yang Diurapi, memperkenan-Ku melayani-Nya?"


"Janganlah ragu mengenai itu. Bukankah Raja Salomo mengatakan: "Permaisuri ada enampuluh, selir delapanpuluh, dan dara-dara tak terbilang banyaknya?" Dapat Kau lihat bahwa dalam istana Raja akan ada dara-dara tak terbilang banyaknya yang melayani sang Tuan."


"Oh! Jadi dapat kau lihat bahwa Aku harus seorang perawan? Aku harus. Jika Ia menghendaki seorang perawan sebagai BundaNya, itu berarti bahwa Ia mencintai keperawanan di atas segalanya. Aku ingin Ia mengasihi-Ku, daraNya, karena keperawanan yang akan membuat-Ku sedikit serupa dengan Bunda terkasih-Nya... Inilah yang Aku inginkan... Aku juga ingin menjadi seorang pendosa, seorang pendosa besar, andai saja Aku tak takut menghinakan Tuhan… Katakan kepada-Ku, mama, dapatkah orang menjadi seorang pendosa demi kasih kepada Allah?"


"Tetapi apakah yang Kau bicarakan, sayangku? Aku tidak mengerti maksud-Mu."


"Yang Aku maksud: melakukan suatu dosa supaya dikasihi oleh Allah, Yang menjadi Juruselamat. Barangsiapa sesat, diselamatkan. Bukankah begitu? Aku ingin diselamatkan oleh Juruselamat demi mendapatkan pandangan kasih-Nya. Itulah sebabnya mengapa Aku ingin berdosa, tetapi tidak melakukan suatu dosa yang akan membuat-Nya merasa jijik. Bagaimanakah Ia dapat menyelamatkan-Ku jika aku tidak sesat?"


Anna tercengang. Ia tidak tahu harus berkata apa.


Yoakim menolongnya. Ia telah menghampiri mereka dengan berjalan tanpa suara di atas rerumputan, di belakang pagar rendah dari taruk-taruk anggur. "Ia telah menyelamatkan-Mu terlebih dahulu, sebab Ia tahu bahwa Kau mengasihi-Nya dan Kau ingin hanya mengasihi-Nya saja. Jadi Kau telah ditebus dan Kau dapat menjadi seorang perawan seperti yang Kau kehendaki," kata Yoakim.


"Benarkah begitu, papa?" Maria memeluk kedua lutut Yoakim dan memandang kepadanya dengan mata biru-Nya yang jernih, yang begitu mirip mata bapaNya dan begitu bahagia karena pengharapan ini yang Ia dapatkan dari bapaNya.


"Benar, mungil sayangku. Lihatlah! Aku membawakan untuk-Mu burung pipit kecil ini, yang saat terbang pertamanya mendarat dekat mata air. Aku bisa saja membiarkannya di sana tetapi sayap-sayapnya yang lemah tak memiliki cukup kekuatan untuk terbang lagi, dan kaki-kaki kecilnya tak dapat berpijak pada batu-batu berlumut yang licin. Ia akan jatuh ke dalam air. Tapi aku tak menunggu itu terjadi. Aku menangkapnya dan sekarang aku menyerahkannya kepada-Mu. Kau lakukan apa yang Kau suka dengannya. Kenyataannya adalah bahwa burung itu telah diselamatkan sebelum ia jatuh ke dalam bahaya. Allah telah melakukan yang sama dengan-Mu. Sekarang, katakan, Maria: apakah aku telah lebih mengasihi si burung pipit dengan menyelamatkannya terlebih dahulu, atau apakah aku akan lebih mengasihinya dengan menyelamatkannya sesudahnya?"


"Engkau telah mengasihinya sekarang , sebab engkau tidak membiarkannya terluka dalam air yang dingin."


"Dan Allah telah lebih mengasihi-Mu, sebab Ia telah mengasihi-Mu sebelum Kau berdosa."


"Dan Aku akan mengasihi-Nya dengan segenap hatiku. Segenap hatiku. Burung pipit kecil-Ku yang cantik, Aku sepertimu. Tuhan telah mengasihi kita berdua secara sama, dengan menyelamatkan kita... Sekarang Aku akan memeliharamu dan lalu Aku akan melepaskanmu. Dan kau di hutan dan Aku di Bait Allah akan memadahkan puji-pujian kepada Allah, dan kita akan mengatakan: "Mohon utuslah Ia yang Kau janjikan kepada mereka yang mengharapkan-Nya." Oh! Papa, kapankah kau akan membawa-Ku ke Bait Allah?"


"Segera, sayangku. Tetapi apakah Kau tidak sedih meninggalkan bapaMu?"


"Ya, sangat! Tetapi bagaimanapun kau akan datang…, jika itu tidak melukaimu, betapa besar kurban itu!"


"Dan apakah Kau akan mengingat kami?"


"Akan selalu. Sesudah doa bagi Imanuel Aku akan berdoa bagimu. Agar Allah berkenan memberimu sukacita dan umur panjang... hingga hari Ia menjadi sang Juruselamat. Lalu Aku akan meminta-Nya untuk membawamu ke Yerusalem surgawi."


Penglihatan berakhir dengan Maria didekap erat dalam pelukan bapaNya.




Yesus bersabda:


"Aku telah dapat mendengar komentar-komentar para alim ulama dengan keberatan-keberatan yang dicari-cari: "Bagaimana bisa seorang gadis kecil belum genap tiga tahun berbicara demikian? Itu suatu yang berlebihan." Dan mereka tidak berpikir bahwa mereka menjadikan-Ku monster dengan menganggap Aku melakukan tindakan-tindakan dewasa pada masa kanak-kanak-Ku sendiri.


Inteligensi tidak diberikan kepada setiap orang dengan cara yang sama dan pada waktu yang sama. Gereja telah menetapkan usia pemahaman [= age of reason] pada usia enam tahun, karena itulah usia ketika bahkan seorang anak yang terbelakang dapat membedakan yang baik dari yang jahat, setidaknya dalam perkara-perkara penting yang mendasar. Akan tetapi ada anak-anak yang jauh sebelum usia itu mampu membedakan [= discerning] dan memahami [= understanding] dan menghendaki [= wanting] dengan kebijaksanaan yang cukup berkembang. Kanak-kanak Imelda Lambertini, Rosa da Viterbo, Nellie Organ, Nennolina, dapat menjadi bukti bagi kalian, wahai alim ulama, untuk percaya bahwa BundaKu dapat berpikir dan berbicara seperti itu. Aku telah menyebutkan empat nama secara acak di antara ribuan anak-anak kudus yang mendiami Firdaus-Ku, sesudah memahami di dunia sebagai orang-orang dewasa kemungkinan lebih atau kurang beberapa tahun.


Apa itu pemahaman? Suatu karunia dari Allah. Oleh karena itu Allah dapat memberikannya seperti yang dikehendaki-Nya, kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan bilamana dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pemahaman adalah salah satu hal yang membuat kalian lebih serupa Allah, Roh Inteligen dan Pemahaman. Pemahaman dan inteligensi adalah rahmat yang dianugerahkan Allah kepada Manusia di Firdaus Duniawi. Betapa mereka penuh daya hidup, ketika Rahmat masih hidup, masih utuh dan aktif dalam roh kedua Orangtua pertama!


Dalam Kitab Yesus bin Sirakh dikatakan: "Segala kebijaksanaan dari Tuhan asalnya, dan ada pada-Nya selama-lamanya." Betapa kebijaksanaan, karenanya, yang akan dimiliki manusia, andai mereka tetap menjadi anak-anak Allah.


Kekosongan dalam inteligensi kalian merupakan buah alami dari kejatuhan kalian dari Rahmat dan kejujuran. Dengan kehilangan Rahmat kalian mengenyahkan Kebijaksanaan selama berabad-abad. Bagai sebuah meteor yang tersembunyi di balik awan-gemawan tebal, Kebijaksanaan tak lagi mencapai kalian dengan kilatan-kilatan cemerlangnya, melainkan melalui kabut yang oleh sebab dustamu menjadi semakin dan semakin tebal.


Kemudian Kristus datang dan Ia memulihkan Rahmat, karunia tertinggi dari kasih Allah. Tetapi tahukah kalian bagaimana memelihara permata ini jernih dan murni? Tidak, kalian tidak tahu. Apabila kalian tidak menghancurkannya dengan keinginan pribadi kalian dalam berdosa, kalian mengotorinya dengan kesalahan kecil-kecil kalian yang terus-menerus, kelemahan-kelemahan kalian, kelekatan kalian pada kejahatan. Upaya-upaya demikian, meski bukan suatu perkawinan sesungguhnya dengan tujuh dosa pokok, melemahkan terang Rahmat dan aktivitasnya. Dan kemudian, guna melemahkan terang cemerlang inteligensi yang telah Allah berikan kepada Orangtua Pertama, kalian menjalani kehidupan yang rusak selama berabad-abad, yang memberikan pengaruh berbahaya pada tubuh dan pada pikiran.


Akan tetapi Maria bukan saja Murni, Hawa baru yang diciptakan demi sukacita Allah: Ia adalah Hawa super, Mahakarya dari Yang Mahatinggi, Ia Penuh rahmat, Bunda dari Sabda dalam benak Allah.


Yesus bin Sirakh mengatakan: "Sumber Kebijaksanaan adalah Sabda". Oleh karena itu tidak akankah Putra menempatkan kebijaksanaan-Nya ke atas bibir BundaNya?"


Jika mulut seorang Nabi dimurnikan dengan bara api, sebab ia harus mengulang kepada manusia perkataan yang dipercayakan oleh Sabda, Kebijaksanaan, kepadanya, tidak akankah Kasih membersihkan dan memuliakan perkataan dari Mempelai bayiNya Yang akan mengandung Sabda, sehingga Ia tidak lagi berbicara sebagai seorang gadis kecil dan lalu sebagai seorang perempuan, melainkan hanya dan selalu sebagai suatu makhluk surgawi yang melebur dalam terang agung dan kebijaksanaan Allah?


Mukjizatnya bukan pada inteligensi super yang diperlihatkan oleh Maria pada masa kanak-kanak-Nya, seperti yang sesudahnya diperlihatkan oleh-Ku. Mukjizatnya adalah dalam mengandung Inteligensi Tak Terhingga, yang tinggal di sana, dalam batas-batas yang pantas, sehingga orang banyak tidak dikejutkan dan perhatian setan tidak dibangkitkan.


Aku akan berbicara lagi mengenai subyek ini yang merupakan bagian dari "ingatan" yang dimiliki para kudus akan Allah."


 7. MARIA DIPERSEMBAHKAN DI BAIT ALLAH

30 Agustus 1944


Aku melihat Maria di antara bapa dan bundaNya berjalan di jalan-jalan Yerusalem.


Mereka yang lewat berhenti untuk melihat Gadis cantik yang sepenuhnya berbalut busana putih dan mengenakan sebuah mantol yang sangat tipis. Mantol itu, karena desainnya ranting-ranting dan bunga-bunga, yang berwarna sedikit lebih tua dari latar belakangnya yang lembut, nampak sama seperti yang dikenakan Anna pada hari Pentahirannya. Satu-satunya perbedaan adalah mantol Anna panjangnya hingga ke pinggang, tetapi mantol Maria, Yang masih seorang gadis kecil, panjangnya hingga ke mata kaki-Nya dan membalut-Nya seolah dalam suatu awan kecil yang terang dan cemerlang yang luar biasa indah.


Rambutnya yang berwarna terang, tergerai pada bahu-Nya, atau tepatnya, pada leher-Nya yang lembut, kemilau menembusi kerudung yang tanpa pola, melainkan hanya berlatarbelakang sangat muda. Kerudung itu diikatkan pada dahi-Nya dengan sebuah pita yang sangat pucat, di mana disulamkan bunga-bunga lily kecil dengan benang-benang perak, yang pasti merupakan karya bundaNya.


Seperti telah aku katakan, pakaian yang putih salju terjuntai hingga ke tanah, dan kaki-kaki mungil-Nya saja yang dapat terlihat, sementara Ia berjalan, dengan sandal putih-Nya. Kedua tangan-Nya bagai dua helaian bunga magnolia, yang tersembul dari lengan-lengan baju-Nya yang panjang. Selain dari pita biru, tak ada warna lain. Semuanya putih. Maria tampak seperti berbusanakan salju.


Yoakim mengenakan pakaian yang sama seperti yang ia kenakan pada hari Pentahiran. Anna, sebaliknya, mengenakan sebuah gaun warna lembayung sangat tua. Pula mantol, yang juga menudungi kepalanya, berwarna lembayung tua. Ia memeganginya rendah hingga di bawah mata. Dua mata malang seorang ibunda, merah karena air mata, yang tak hendak menangis dan di atas segalanya tak hendak kelihatan menangis, namun tiada dapat selain dari mencurahkan air mata di bawah perlindungan mantolnya, suatu perlindungan terhadap orang-orang yang lewat dan juga terhadap Yoakim, yang matanya, biasanya jernih, hari ini merah dan sembab, karena air mata yang telah dicucurkannya dan sekarang masih dicucurkannya. Ia berjalan bungkuk, kepalanya diselubungi sebuah kerudung yang dikenakan bergaya serban, dengan lipatan-lipatan yang menggantung di sekeliling wajahnya.


Seorang Yoakim yang sangat lanjut usia. Barangsiapa melihatnya, pastilah berpikir bahwa ia adalah kakek atau kakek buyut dari gadis kecil yang digandengnya. Duka kehilangan Dia menyebabkan bapa yang malang itu menyeret kakinya dan ia begitu letih hingga tampak duapuluh tahun lebih tua. Ia begitu sedih dan lelah hingga tampak seperti seorang tua yang sakit. Mulutnya sedikit gemetaran di antara dua keriput yang di sisi-sisi hidungnya tampak begitu cekung sekarang.


Mereka berdua berupaya menyembunyikan air mata mereka. Akan tetapi jika mereka berhasil dengan banyak orang, tidak demikian halnya dengan Maria, Yang, karena tinggi badan-Nya, melihat mereka dari bawah, dan mendongakkan kepala-Nya untuk memandang bapa dan bundaNya secara bergantian. Mereka berusaha tersenyum kepada-Nya dengan mulut mereka yang gemetar dan mereka menggenggam tangan-Nya yang mungil dengan lebih erat setiap kali putri mereka memandang mereka dan tersenyum. Mereka pastilah berpikir: "Di sana. Seulas senyum yang dapat dilihat berkurang satu."


Mereka bergerak perlahan. Amat perlahan. Tampaknya mereka berharap memperlambat perjalanan mereka selama mungkin. Segala sesuatu dapat menjadi dalih untuk berhenti... Tetapi suatu perjalanan pastilah sampai pada akhirnya! Dan perjalanan ini hampir berakhir. Di atas sana, di puncak bentangan jalan terakhir ini, terdapat tembok-tembok Bait Allah. Anna melontarkan suatu erangan dan menggenggam tangan Maria dengan terlebih erat.


"Anna, sayangku, aku di sini bersamamu!" terlontar sebuah suara, berasal dari naungan sebuah bangunan melengkung yang rendah yang dibangun di suatu persimpangan jalan. Elisabet, yang tengah menantikan mereka, menghampirinya dan memeluknya. Dan sebab Anna menangis ia berkata: "Marilah singgah sebentar dalam rumah yang ramah ini. Lalu kita akan pergi bersama. Juga Zakharia ada di sini."


Mereka semua memasuki sebuah ruangan yang rendah dan gelap di mana satu-satunya penerangan adalah sebuah api unggun. Nyonya rumah, pastinya seorang teman Elisabet, namun tak dikenal Anna, dengan sopan undur diri dan meninggalkan mereka sendirian.


"Janganlah engkau berpikir bahwa aku menyesali atau aku menyerahkan hartaku kepada Tuhan dengan tidak sukarela," jelas Anna sambil menangis, "tetapi hatiku ... oh! betapa hatiku pilu, hatiku yang sudah tua yang akan kembali ke kesepian tanpa anak! Andai saja kau dapat merasakannya...."


"Aku tahu, Anna sayangku... Tetapi engkau baik dan Allah akan menghiburmu dalam kesepianmu. Maria akan berdoa demi kedamaian bundaNya. Bukankah begitu, Maria?"


Maria membelai kedua tangan bundaNya dan menciumnya. Ia menekankannya pada wajah-Nya untuk membelai dan Anna memegang erat wajah mungil-Nya dalam kedua tangannya dan menciuminya berulang kali. Ia tiada kenal lelah menciumi-Nya.


Zakharia masuk dan menyapa mereka: "Semoga damai Tuhan bersama orang-orang benar."


"Ya," jawab Yoakim, "mohonkanlah damai bagi kami, sebab hati kami gemetar dalam kurban kami, seperti yang dialami Abraham, ketika dia sedang mendaki gunung, tetapi kami tiada akan menemukan kurban yang lain untuk menggantikan yang ini. Pun kami tak menghendakinya, sebab kami setia kepada Tuhan. Tetapi kami menderita, Zakharia. Karena engkau adalah seorang imam Allah, mohon mengerti kami dan janganlah merasa khawatir."


"Tidak pernah. Sebaliknya, dukacitamu yang tidak melampaui batas-batas kewajaran dan yang tidak menggoyahkan imanmu, mengajariku bagaimana mengasihi Yang Mahatinggi. Tetapi berbesarhatilah. Hana, nabi perempuan itu, akan merawat bunga keturunan Daud dan Harun ini. Saat ini Ia adalah satu-satunya bunga lily dari keturunan suci Daud di Bait Allah dan Ia akan dirawat bagai sebuah mutiara kerajaan. Meski kita mendekati waktu bilamana Mesias akan datang, dan para perempuan yang termasuk keturunan Daud seharusnya antusias dalam mengkonsekrasikan puteri-puteri mereka ke Bait Allah, karena Mesias akan dilahirkan dari seorang perawan dari keturunan Daud, tetapi, karena melemahnya iman secara umum, tempat-tempat para perawan di Bait Allah menjadi kosong. Terlalu sedikit dan tak satu pun dari keturunan kerajaan, sejak Sara anak Elisa meninggalkan Bait Allah tiga tahun yang lalu untuk menikah. Memang betul bahwa masih ada tigapuluh tahun dari waktu yang ditetapkan itu, tetapi... Baik, marilah kita berharap bahwa Maria akan menjadi yang pertama dari banyak perawan dari keturunan Daud di hadapan Tabir Suci. Dan lalu... siapa tahu...." Zakharia tidak mengatakan apa-apa lagi. Tetapi ia menatap Maria penuh pertimbangan. Lalu ia melanjutkan: "Juga aku akan mengawasi-Nya. Aku seorang imam dan aku punya kuasa di sini. Aku akan memanfaatkannya demi malaikat ini. Dan Elisabet juga akan sering datang menengok-Nya."


"Oh! Pasti! Aku begitu membutuhkan Allah hingga aku akan datang dan mengatakan kepada Gadis kecil ini, agar Ia mengatakannya kepada Yang Kekal."


Anna sudah berbesar hati kembali. Guna terlebih lagi mengenyahkan kekhawatirannya Elisabet bertanya kepadanya: "Bukankah ini kerudung perkawinanmu? Ataukah kau telah menenun byssus yang baru?"


"Ya. Aku mengkonsekrasikannya kepada Tuhan bersama-Nya. Mataku tak lagi begitu baik... dan juga  kekayaan kami telah menyusut karena pajak dan kemalangan-kemalangan... Aku tak mampu menanggung biaya besar. Aku hanya mengurus pakaian-Nya saat Ia akan berada di Rumah Tuhan dan sesudahnya... Karena aku pikir bahwa aku tidak akan ada di sana untuk mendandani-Nya saat perkawinan-Nya... tetapi aku ingin adalah tangan-tangan mamaNya sendiri, bahkan meski dingin dan kaku, yang mempersiapkan-Nya untuk perkawinan dan menenun linen dan gaun-gaun-Nya."


"Oh! Mengapakah berpikir seperti itu!?"


"Aku sudah tua, sepupuku sayang. Aku tidak pernah merasakan sebegitu sakit seperti sekarang ini. Aku telah memberikan ons terakhir dari kekuatan hidupku kepada bunga ini, untuk mengandung-Nya dan merawat-Nya, dan sekarang rasa sakit akan kehilangan Dia telah menguras habis kekuatan terakhirku dan melenyapkannya."


"Janganlah berkata begitu, demi Yoakim."


"Ya, kau sungguh benar. Aku akan berusaha dan hidup demi suamiku."


Yoakim berpura-pura tidak mendengar, seolah serius mendengarkan Zakharia, namun ia mendengarnya dan ia menghela napas panjang, kedua matanya berkilau karena air mata.


"Antara jam tiga dan jam enam. Aku pikir kita harus berangkat," kata Zakharia.


Mereka semua bangkit untuk mengenakan mantol mereka dan siap berangkat.


Tetapi sebelum pergi Maria berlutut di ambang pintu dengan kedua tangan-Nya terentang: seorang kerub kecil yang memohon. "Bapa! Bunda! Mohon berilah berkatmu."


Ia tidak menangis, seorang gadis kecil pemberani. Namun bibir-Nya gemetar dan suara-Nya, yang tersekat oleh tangis, lebih dari sebelumnya mirip dekut gemetar seekor merpati kecil. Wajah-Nya pucat, dan mata-Nya nampak menanggung duka pasrah yang akan aku lihat lagi di Kalvari dan di Makam, yang jauh terlebih dahsyat hingga mustahil memandang-Nya tanpa merasakan duka mendalam.


Orangtua-Nya memberkati-Nya dan mencium-Nya: sekali, dua kali, sepuluh kali, mereka tiada pernah puas... Elisabet menangis diam-diam dan Zakharia, meski berusaha menyembunyikan air matanya, sangat tersentuh hatinya.


Mereka pergi. Maria di antara bapa dan bundaNya seperti sebelumnya. Zakharia dan Elisabet berjalan di depan mereka.


Sekarang mereka berada dalam tembok-tembok Bait Allah. "Aku akan pergi ke Imam Besar. Kalian pergi ke Teras Besar."


Mereka menyeberangi tiga halaman dan melintasi tiga aula, yang disusun satu di atas yang lain. Mereka sekarang berada di kaki kubus marmer raksasa yang dimahkotai dengan emas. Setiap kubah, cembung bagai separuh jeruk raksasa, tampak menyala dalam terik matahari, yang sekarang, tengah hari, memancarkan sinarnya langsung ke atas halaman luas yang mengelilingi bangunan suci itu dan memenuhi halaman luas itu dan anak-anak tangga lebar yang menghantar ke Bait Allah dengan cahaya kemilaunya. Hanya serambi yang menghadap ke anak-anak tangga, sepanjang bagian depan bangunan, ada dalam keteduhan dan pintu perunggu yang sangat tinggi dan keemasan itu bahkan tampak terlebih gelap dan terlebih agung dalam paparan begitu banyak cahaya.


Maria nampak lebih putih dari salju dalam siraman cahaya. Sekarang Ia berada di kaki anak-anak tangga, diapit bapaNya dan bundaNya. Betapa dahsyat pastinya hati mereka berdegup! Elisabet ada di samping Anna, tetapi sedikit di belakangnya, sekitar setengah langkah.


Terdengar bunyi terompet-terompet perak dan pintu berputar pada porosnya, yang tampak mengeluarkan suara deritan, sementara berputar pada bola-bola perunggu. Bagian dalam ruangan tampak dengan lampu-lampunya di kejauhan dan suatu prosesi bergerak menuju pintu, suatu prosesi agung dengan terompet-terompet perak, asap-asap dupa dan lampu-lampu.


Sekarang prosesi berada di ambang pintu. Di depan adalah Imam Besar… seorang laki-laki tua berwibawa, berbalut kain linen yang sangat indah, dan di atas pakaian linennya mengenakan sebuah jubah linen pendek dan di atasnya semacam kasula, sesuatu yang berwarna-warni antara kasula dan pakaian diakon: ungu dan emas, lembayung dan putih berselang-seling dan berkilau seperti permata-permata di bawah matahari: dua permata asli berkilau lebih cemerlang di atas bahunya. Mungkin itu adalah gesper-gesper yang berharga. Pada dadanya terdapat sebuah lempengan logam besar yang kemilau dengan permata-permata dan diikat dengan sebuah rantai emas. Jumbai-jumbai dan hiasan-hiasan bercahaya pada pinggiran jubah pendeknya dan emas kemilau di atas dahinya pada mitranya, yang mengingatkanku akan mitra yang dikenakan oleh para imam Orthodox, sebuah mitra berbentuk seperti kubah dan bukan runcing seperti mitra Katolik Roma.


Tokoh agung itu melangkah maju, sendirian, sejauh permulaan anak-anak tangga, di bawah cahaya mentari keemasan yang membuatnya tampak bahkan terlebih megah. Mereka yang lain berdiri menunggu di bawah serambi yang teduh, dalam sebuah lingkaran di luar pintu. Di sebelah kiri terdapat sekelompok gadis, semuanya berpakaian putih, bersama nabi perempuan Hana dan para perempuan senior lainnya, yang pastilah guru.


Imam Besar menatap si Gadis kecil dan tersenyum. Maria tentunya tampak sangat kecil di kaki anak-anak tangga yang seperti di sebuah kuil Mesir! Imam mengangkat kedua tangannya ke langit dalam doa. Mereka semua menundukkan kepala mereka dalam kerendahan hati sempurna di hadapan kemuliaan imam yang sedang berbicara dengan Kemuliaan Kekal.


Kemudian, imam memberi isyarat kepada Maria. Dan Ia meninggalkan bunda dan bapaNya, dan seolah terpesona, mendaki anak-anak tangga. Dan Ia tersenyum. Ia tersenyum dalam naungan Bait Allah, di mana Tabir berharga tergantung... Ia sekarang di puncak anak tangga, di kaki Imam Besar, yang menumpangkan tangannya ke atas kepala-Nya. Kurban telah diterima. Adakah kurban yang terlebih murni pernah diterima oleh Bait Allah?


Kemudian imam berbalik dan menempatkan tangannya pada bahu-Nya seolah ia menghantar Anak Domba kecil yang tak bercela ke altar, ia membawa-Nya ke pintu Bait Allah. Sebelum memperkenankan-Nya masuk, ia bertanya kepada-Nya: "Maria anak Daud, tahukah Kau akan nazar-Mu?" Ketika Ia menjawab "Ya" dengan suara-Nya yang merdu, ia berseru: "Jika demikian, masuklah. Berjalanlah di hadapanku dan jadilah sempurna."


Maria masuk dan ditelan kegelapan. Kelompok para perawan dan para guru, lalu kaum Lewi menyembunyikan dan mengisolasi-Nya lebih dan lebih dalam lagi ... Ia tak lagi dapat terlihat…


Juga pintu pun sekarang menutup pada porosnya yang berbunyi merdu. Melalui celah yang semakin dan semakin sempit, prosesi dapat terlihat bergerak menuju Tempat Mahakudus. Sekarang tinggal seberkas. Sekarang tidak ada lagi: pintu tertutup.


Paduan suara terakhir dari poros yang harmonis disambut dengan isak tangis dari dua orangtua lanjut usia dan seruan bersahutan: "Maria! Nak!" dan lalu dua erangan, yang satu berseru kepada yang lain: "Anna!" "Yoakim!" dan mereka mengakhirinya dengan bisikan: "Marilah kita memuliakan Tuhan Yang menerima-Nya [= Maria] dalam Rumah-Nya dan membimbing-Nya di jalan-Nya."


Semuanya berakhir demikian.




Yesus bersabda:


"Imam Besar mengatakan: "Berjalanlah di hadapanku dan jadilah sempurna." Imam Besar tidak tahu bahwa ia sedang berbicara kepada Perempuan Yang kesempurnaannya hanya diungguli oleh Allah. Tetapi ia berbicara dalam nama Allah, dan karenanya perintahnya adalah suci. Adalah selalu suci, teristimewa yang berhubungan dengan Perawan Penuh Kebijaksanaan.


Maria patut bahwa "Kebijaksanaan mendahului-Nya dan memperlihatkan DiriNya terlebih dahulu kepada-Nya," sebab "sejak dari awal hari-Nya [= Maria] Ia telah melihat pada pintu-Nya [= Kebijaksanaan], dan berharap diajar, demi kasih, Ia ingin menjadi murni demi mencapai kasih sempurna dan patut memiliki Kebijaksanaan sebagai guru-Nya."


Dalam kerendahan hati-Nya Ia tidak tahu bahwa Ia memiliki Kebijaksanaan sebelum dilahirkan dan bahwa persekutuan dengan Kebijaksanaan tiada lain selain dari kelanjutan denyut-denyut ilahi dari Firdaus. Ia tiada dapat membayangkan itu. Dan ketika Allah membisikkan kata-kata luhur kepada-Nya dalam kedalaman hati-Nya, dalam kerendahan hati-Nya Ia menganggapnya sebagai pikiran-pikiran kesombongan dan mengangkat hati-Nya yang tak berdosa kepada Allah, Ia memohon kepada-Nya: "Tuhan, kasihanilah HambaMu!"


Oh! Benar bahwa Perawan yang Sungguh Bijaksana, Perawan Abadi, hanya memiliki satu pikiran sejak dari fajar hari-Nya: mengangkat hati-Nya kepada Allah sejak pagi kehidupan dan menatap Tuhan, berdoa di hadapan Yang Mahatinggi, memohon pengampunan atas segala kelemahan hati-Nya, sebagaimana diyakinkan kerendahan hati-Nya kepada-Nya, dan Ia tiada tahu bahwa Ia tengah mengantisipasi permohonan demi pengampunan para pendosa, yang kelak akan dilakukan-Nya di kaki Salib, bersama dengan PutraNya yang di ambang ajal.


"Bilamana Tuhan yang agung memutuskan, Ia [= Maria] akan dipenuhi dengan Roh inteligensi," dan pada waktu itu akan memahami misi agung-Nya. Sementara waktu Ia masih seorang kanak-kanak, yang dalam kedamaian suci Bait Allah, membangun dan membangun kembali ikatan-ikatan, cinta kasih dan kenangan-kenangan yang semakin akrab mesra dengan Allah-Nya.


Ini untuk semua orang.


Tetapi untukmu, Maria kecil-Ku, tidakkah Guru-mu memiliki suatu yang spesial untuk dikatakan kepadamu? "Berjalanlah di hadapan-Ku, dan karenanya jadilah sempurna." Aku sedikit mengubah frasa suci itu dan Aku memberikannya kepadamu sebagai suatu perintah. Jadilah sempurna dalam kasih, sempurna dalam kemurahan hati, sempurna dalam penderitaan.


Pandanglah sekali lagi sang Bunda. Dan renungkan betapa begitu banyak mereka yang mengabaikan atau ingin mengabaikan, sebab penderitaan terlalu mengesalkan bagi selera mereka dan roh mereka. Penderitaan. Maria menderita sejak dari saat pertama hidup-Nya. Untuk menjadi sempurna seperti-Nya, berarti memiliki suatu kepekaan sempurna.
Sebagai konsekuensinya penderitaan harus terlebih sakit. Dan dengan demikian mendatangkan lebih banyak ganjaran. Ia yang memiliki kemurnian memiliki kasih, yang memiliki kasih memiliki kebijaksanaan, yang memiliki kebijaksanaan memiliki kemurahan hati dan kegagahan, karena ia tahu mengapa ia melakukan suatu pengurbanan.


Angkatlah rohmu, bahkan meski salib membongkokkanmu, mematahkanmu dan membinasakanmu. Allah bersamamu."


8. WAFAT YOAKIM DAN ANNA  

 
31 Agustus 1944


Yesus bersabda:


"Laksana suatu senjakala musim dingin yang cepat ketika angin sedingin es mengumpulkan awan-awan di langit, hidup kakek-nenekKu merosot cepat, sesudah Matahari hidup mereka ditempatkan untuk bersinar di hadapan Tabir Suci Bait Allah.


Akan tetapi ada dikatakan:


"Kebijaksanaan membesarkan anak-anaknya sendiri,

dan orang yang mencarinya dihiraukannya.

Siapa yang mencintai kebijaksanaan mencintai kehidupan,

dan barangsiapa pagi-pagi menghadapinya akan penuh sukacita.

Barangsiapa melayani kebijaksanaan bergilir bakti kepada Yang Kudus,

dan siapa mencintainya dicintai oleh Tuhan.

Jika orang percaya pada kebijaksanaan, niscaya ia mewarisinya,

dan keturunannya akan tetap memilikinya

sebab kebijaksanaan menyertainya dalam pencobaan-pencobaannya.

Pertama-tama ia dipilih oleh kebijaksanaan,

kemudian kebijaksanaan mendatangkan ketakutan dan kegentaran padanya,

menyiksanya dengan aturan-aturan,

hingga telah mengujinya dalam pikiran-pikirannya

dan mendapati ia dapat dipercaya.

Pad akhirnya kebijaksanaan akan membuat ia teguh,

akan menuntunnya kembali ke jalan yang lurus

dan membuatnya berbahagia.

Kebijaksanaan akan menyingkapkan rahasia-rahasia kepadanya,

akan menempatkan dalam dirinya harta ilmu pengetahuan,

dan pengetahuan akan keadilan."


Ya, semua ini telah dikatakan. Kitab-kitab kebijaksanaan dapat diterapkan pada semua orang, yang akan menemukan bimbingan dalamnya dan suatu terang bagi perilaku mereka. Tetapi, berbahagialah mereka yang dapat dikenali di antara para pencinta rohani Kebijaksanaan.


Aku mengelilingi DiriKu dengan orang-orang bijaksana, dalam kekerabatan manusiawi-Ku. Anna, Yoakim, Yosef, Zakharia, dan terlebih lagi Elisabet, dan lalu Pembaptis, bukankah mereka orang-orang bijaksana yang sejati? Belum lagi BundaKu, kediaman Kebijaksanaan.


Kebijaksanaan telah mengilhami kakek nenekKu bagaimana hidup di jalan yang menyukakan Allah, sejak masa muda mereka hingga wafat mereka, dan bagai sebuah kemah melindungi dari murka cuaca, Kebijaksanaan telah melindungi mereka dari bahaya dosa. Takut yang suci akan Allah adalah akar pohon kebijaksanaan, yang menjulurkan cabang-cabangnya hingga jauh dan luas demi mencapai dengan puncaknya kasih yang tenang dalam kedamaiannya, kasih yang damai dalam keamanannya, kasih yang aman dalam kesetiaannya, kasih yang setia dalam intensitasnya: kasih para kudus yang total, murah hati dan efektif.


"Siapa yang mencintai kebijaksanaan mencintai kehidupan dan akan mewarisi Hidup," kata Sirakh. Kalimat ini bertalian dengan perkataan-Ku: "Barangsiapa kehilangan hidupnya karena Aku, ia akan menyelamatkannya." Sebab kami tidak berbicara tentang kehidupan malang dunia ini, melainkan tentang kehidupan kekal, bukan sukacita sesaat, melainkan sukacita abadi.


Yoakim dan Anna mencintai Kebijaksanaan demikian. Dan Kebijaksanaan menyertai mereka dalam pencobaan-pencobaan mereka.


Betapa banyak pencobaan-pencobaan yang mereka alami, sedangkan kalian, manusia, tak mau harus menderita dan menangis, hanya karena kalian pikir kalian tidak sepenuhnya jahat! Betapa banyak pencobaan-pencobaan yang diderita dua orang benar ini, dan mereka layak memiliki Maria sebagai putri mereka! Aniaya politis telah menghalau mereka dari tanah Daud, dan menjadikan mereka sangat melarat. Mereka merasakan kepedihan dalam melihat tahun-tahun mereka menjadi layu tanpa sekuntum bunga yang akan mengatakan kepada mereka: "Aku akan menjadi penerusmu." Dan sesudahnya, kecemasan memiliki seorang putri pada masa tua mereka sementara mereka yakin mereka tiada akan pernah melihat-Nya tumbuh menjadi seorang perempuan dewasa. Dan lalu kewajiban untuk merenggut-Nya dari hati mereka dan mempersembahkan-Nya ke altar Allah. Dan lagi: hidup mereka menjadi bahkan suatu kesepian yang terlebih menyakitkan, sebab mereka sudah terbiasa dengan cicit merpati kecil mereka, dengan berisik langkah-langkah kecil-Nya, dengan senyuman dan ciuman makhluk mereka, harus menantikan saat dari Allah, satu-satunya teman mereka adalah kenangan-kenangan masa lalu. Dan terlebih lagi… Penyakit-penyakit, bencana-bencana akibat cuaca buruk, kecongkakan para penguasa bumi… begitu banyak gempuran alat-alat pelantak pada benteng rapuh harta milik mereka yang sederhana. Dan itu belumlah cukup: duka atas makhluk mereka yang nun jauh di sana, yang akan ditinggalkan sendirian dan miskin, dan kendati perhatian dan pengurbanan mereka, hanya akan mendapatkan sisa-sisa harta bapaNya. Dan bagaimanakah Ia akan dapat menemukan sisa-sisa harta itu, sebab ladang-ladang akan ditinggalkan tanpa diolah dan ditanami selama bertahun-tahun, menantikan kepulangan-Nya? Ketakutan-ketakutan, pencobaan-pencobaan, godaan-godaan. Dan meski demikian, kesetiaan kepada Allah adalah untuk selamanya!


Godaan terberat mereka: tidak menyangkal hidup mereka yang semakin merosot tanpa penghiburan dari kehadiran putri mereka. Akan tetapi anak-anak pertama-tama adalah milik Allah dan lalu milik orangtua mereka. Setiap anak laki-laki dapat mengatakan apa yang Aku katakan kepada BundaKu: "Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus sibuk dengan urusan-urusan BapaKu?"  Dan setiap ayah, setiap ibu harus belajar sikap yang harus dipelihara dengan memandang pada Maria dan Yosef di Bait Allah, pada Anna dan Yoakim di rumah Nazaret, sebuah rumah yang menjadi semakin dan semakin menyedihkan dan memilukan, namun di mana satu hal tiada pernah pudar, melainkan terus bertambah: kekudusan dua hati, kesucian sebuah perkawinan.


Terang apakah yang ditinggalkan bagi Yoakim, seorang cacat, dan bagi isterinya yang berduka, pada malam-malam yang panjang dan sunyi dari dua orang lanjut usia yang merasa akan mati? Hanya pakaian-pakaian kecil, sepasang sandal kecil pertama, mainan-mainan sederhana milik putri kecil mereka, yang sekarang nun jauh, dan kenangan-kenangan mengenai-Nya, kenangan-kenangan … Dan damai ketika mereka mengatakan: "Kita menderita, tetapi kita telah menunaikan tugas kasih kita kepada Allah."


Dan kemudian mereka dikuasai oleh suatu sukacita adikodrati yang bersinar dengan suatu terang surgawi, suatu sukacita yang tak dikenal anak-anak dunia, suatu sukacita yang tidak memudar ketika bulumata yang berat menutup pada kedua mata yang mendekati ajal: sebaliknya, sukacita itu bersinar semakin cemerlang di saat terakhir, menerangi kebenaran yang tersembunyi dalam diri mereka sepanjang hidup mereka. Bagai seekor kupu-kupu dalam kepompongnya, kebenaran dalam diri mereka memberikan petunjuk samar akan keberadaannya, hanya kilatan-kilatan lembut, yang sekarang mengembangkan sayap-sayapnya kepada matahari dan mempertontonkan keindahan kecantikannya. Dan hidup mereka berakhir dalam kepastian akan suatu masa depan yang membahagiakan bagi diri mereka sendiri dan keturunan mereka, bibir mereka yang gemetar menggumamkan kata-kata pujian kepada Allah.


Demikianlah wafat kakek-nenekKu. Demikianlah yang layak bagi hidup mereka yang kudus. Karena kekudusan mereka, mereka layak menjadi para pelindung pertama Perawan yang Dikasihi Allah, dan hanya ketika Matahari yang terlebih besar memperlihatkan dirinya di akhir hari-hari mereka, mereka menyadari rahmat yang telah Allah anugerahkan kepada mereka.


Karena kekudusan mereka, Anna tidak menderita sakit bersalin ketika melahirkan anaknya: itu adalah ekstase dari dia yang mengandung Yang Tanpa Salah. Tak seorang pun dari mereka menderita sakrat maut, melainkan hanya kelemahan yang memudar, bagai sebuah bintang yang secara lembut menghilang ketika matahari terbit saat fajar. Dan jika mereka tiada mengalami penghiburan kehadiran-Ku, sebagai Inkarnasi Kebijaksanaan, seperti yang dialami Yosef, Aku hadir secara tak kasat mata, membisikkan kata-kata luhur, membungkuk di atas bantal mereka, untuk menghantar mereka tidur, menantikan kemenangan mereka.


Orang mungkin bertanya: "Mengapakah mereka tidak mengalami penderitaan ketika melahirkan dan meninggal dunia, padahal mereka anak-anak Adam?" Jawab-Ku adalah: "Jika Pembaptis, yang adalah putera Adam, dan telah dikandung dengan dosa asal, telah disucikan terlebih dahulu oleh-Ku dalam rahim bundanya, hanya sebab Aku mendatanginya [= Elisabet], tiadakah rahmat yang dianugerahkan kepada bunda dari Yang Kudus dan Yang Tanpa Salah, Yang telah dilindungi oleh Allah dan yang mengandung Allah dalam roh-Nya yang nyaris ilahi, dalam hati-Nya yang Termurni, dan tiada pernah terpisah dari Allah, sejak Ia diciptakan oleh Bapa dan dikandung dalam sebuah rahim, dan kemudian diterima dalam Surga demi memiliki Allah dalam kemuliaan untuk selama-lamanya?" Aku juga menjawab: "Suatu hati nurani yang tulus mendatangkan kematian yang damai dan doa-doa para kudus akan memperolehkan kematian yang demikian bagimu."


Yoakim dan Anna memiliki hati nurani yang tulus sepanjang hidup mereka dan kehidupan yang demikian bangkit bagai suatu pemandangan indah dan menghantar mereka ke Surga, sementara Putri Suci mereka berdoa di hadapan Tabernakel Allah bagi orangtua-Nya yang nun jauh, yang telah Ia tunda kepada Allah, Summum Bonum [= kebaikan tertinggi], dan meski demikian Ia mengasihi mereka, sebagaimana diperintahkan hukum dan perasaaan-Nya, dengan suatu kasih adikodrati yang sempurna."



 9. KIDUNG MARIA MEMOHON KEDATANGAN KRISTUS


2 September 1944


Baru kemarin malam, hari Jumat, aku mulai melihat. Aku tidak melihat apa-apa terkecuali Maria yang masih sangat muda, kira-kira paling tua duabelas tahun usia-Nya, wajah-Nya tidak lagi bulat, seperti khas anak-anak, tetapi telah memperlihatkan garis-garis bentuk mendatang dari seorang perempuan berwajah oval sempurna. Juga rambut-Nya tak lagi tergerai lepas pada leher-Nya dalam keriting-keriting yang lembut, melainkan dijalin dan dua kepang tebal terjuntai dari pundak-Nya hingga ke pinggang-Nya. Rambut-Nya berwarna emas sangat pucat, begitu terang hingga tampak seperti bercampur perak. Wajah-Nya lebih meditatif dan matang, meski adalah wajah seorang gadis muda, seorang gadis yang cantik dan murni, sepenuhnya terbalut dalam gaun putih. Ia sedang menjahit di sebuah kamar yang sangat sempit, yang juga sepenuhnya putih, dan melalui jendela yang terbuka lebar orang bisa melihat bagian tengah Bait Allah yang mengesankan, anak-anak tangga pada halaman-halaman dan serambi-serambi. Di atas tembok yang mengelilingi Bait Allah juga dapat terlihat kota dengan jalan-jalan, rumah-rumah dan kebun-kebunnya, dan dan pada latar belakangnya puncak punggung Bukit Zaitun nan hijau.


Maria sedang menjahit dan menyanyi dengan suara pelan. Aku tidak tahu apakah itu sebuah nyanyian suci atau bukan. Nyanyiannya berbunyi:


"Bagai sebuah bintang di air jernih

suatu terang bersinar dalam hati-Ku.

Ia ada bersama-Ku sejak masa kecil-Ku

dan ia membimbing-Ku lembut penuh kasih.


Dalam kedalaman hati-Ku ada sebuah nyanyian.

Dari manakah asalnya?

Manusia, kalian tidak tahu.

Asalnya dari tempat di mana Yang Kudus bersemayam.


Aku memandang bintang-Ku yang terang

dan Aku tiada menginginkan yang lain,

bahkan tidak yang termanis dan tersayang,

terkecuali terang manis ini yang sepenuhnya milik-Ku.


Engkau membawa-Ku turun dari Langit di atas,

oh bintang-Ku, ke dalam rahim seorang bunda,

sekarang Kau tinggal dalam Aku, namun di balik tabir

Aku melihat wajah mulia-Mu, Bapa.


Bilamanakah Kau akan menganugerahi hamba-Mu kehormatan

untuk menjadi pelayan hina sang Juruselamat?

utuslah kepada kami Mesias dari Surga,

terimalah, Bapa Yang Kudus, persembahan Maria."


Maria sekarang diam. Ia tersenyum dan menghela napas, lalu Ia berlutut dalam doa. Wajah mungil-Nya bercahaya terang. Ia menatap ke atas, ke langit musim panas yang biru cerah dan wajah-Nya tampak terpesona dan lalu memancarkan segala kecemerlangannya ke udara. Atau tepatnya, tampak seolah dari dalam DiriNya suatu matahari yang tersembunyi memancarkan sinar-sinarnya dan menyalakan wajah-Nya, meronakan daging-Nya yang putih salju dengan warna merah muda. Dan terang dari wajah-Nya memancar ke dunia dan matahari yang menyinari dunia: suatu berkat dan suatu janji akan berlimpah kebaikan.


Sementara Maria bangkit sesudah doa-Nya, dengan kecemerlangan ekstatik masih ada pada wajah-Nya, Hana anak Fanuel yang telah lanjut usia memasuki kamar. Ia berdiri terpaku, takjub atau setidaknya tercengang atas sikap dan penampilan Maria.


Kemudian ia memanggil-Nya: "Maria!" dan si Gadis berbalik dengan seulas senyum, yang berbeda namun masih begitu cantik dan mengatakan: "Damai bagimu, Hana."


"Apakah kamu sedang berdoa? Apakah doa-doa-Mu tidak pernah cukup untuk-Mu?"


"Doa-doa-Ku akan cukup. Tetapi Aku berbicara kepada Allah. Hana, engkau tak dapat membayangkan betapa dekat Aku merasakan-Nya. Lebih dari dekat, dalam hati-Ku. Semoga Allah mengampuni-Ku karena kesombongan-Ku. Tetapi Aku tidak merasa kesepian. Lihat? Di sana, di Rumah yang dari emas dan salju itu, di balik Tabir ganda, adalah Tempat Mahakudus. Tak seorang pun pernah diijinkan melihat Pendamaian, di mana kemuliaan Tuhan bersemayam, terkecuali Imam Besar. Akan tetapi jiwaku yang menyembah tidak perlu memandang pada Tabir bersulam itu, yang bergetar oleh nyanyian-nyanyian para perawan dan kaum Lewi dan yang diharumi dengan dupa berharga, seolah Aku hendak menembusi kainnya dan melihat Loh Hukum Allah bercahaya melaluinya. Aku sungguh melihatnya! Janganlah mengira bahwa Aku tidak melihatnya dengan mata yang menyembah seperti setiap anak Israel. Janganlah berpikir bahwa kesombongan membutakan-Ku dengan membuat-Ku berpikir akan apa yang sekarang hendak kukatakan kepadamu. Aku memandangnya dan tak ada hamba sederhana di antara umat Allah yang memandang dengan terlebih rendah hati pada Rumah Tuhan dibandingkan Aku, sebab Aku yakin bahwa Aku adalah yang paling kecil dari semua. Akan tetapi apakah yang Aku lihat? Sebuah Tabir. Apakah yang Aku pikir ada di balik Tabir? Sebuah Tabernakel. Apakah yang ada di dalamnya? Apabila Aku mendengarkan hati-Ku, Aku melihat Allah bercahaya dalam kemuliaan kasih-Nya dan Ia mengatakan kepada-Ku: "Aku mengasihi-Mu" dan Aku menjawab-Nya: "Aku mengasihi-Mu" dan Aku mati dan Aku diciptakan kembali di setiap detak jantung-Ku dalam kecupan timbal balik ini… Aku ada di antara kalian, para guru dan para teman-Ku terkasih. Namun suatu lingkaran api mengasingkan-Ku dari kalian. Dalam lingkaran ini, Allah dan DiriKu sendiri. Dan Aku melihat kalian melalui Api Allah itu dan karenanya Aku mengasihimu… tetapi Aku tak dapat mengasihimu menurut daging, pun tiada pernah dapat Aku mengasihi seorang pun menurut daging. Aku hanya dapat mengasihi-Nya Yang mengasihi-Ku, menurut roh. Inilah panggilan-Ku. Hukum sekulir Israel menghendaki setiap gadis untuk menjadi seorang isteri, dan setiap isteri menjadi seorang ibu. Akan tetapi, sementara mentaati Hukum, Aku harus mentaati Suara yang berbisik kepada-Ku: "Aku menginginkan-Mu"; Aku seorang perawan dan Aku akan tetap seorang perawan, bagaimana Aku bisa? Kehadiran tak kasat mata yang manis ini yang bersama-Ku akan menolong-Ku, sebab ini adalah Keinginan-Nya. Aku tidak takut. Aku tak lagi memiliki bapa dan bundaKu… dan hanya Allah saja yang tahu betapa kasih-Ku bagi manusia yang menjadi milik-Ku terbakar dalam sakit itu. Sekarang Aku hanya memiliki Allah. Karena itu Aku mentaati-Nya tanpa ragu... Aku akan melakukannya juga tanpa memikirkan bapa dan bundaKu, sebab Aku telah diajar oleh sang Suara bahwa barangsiapa hendak mengikuti-Nya, harus mentaati-Nya melampaui bapa dan bunda. Para orangtua adalah pengawal penuh kasih yang mengawasi hati anak-anak mereka, yang hendak mereka hantar menuju kebahagiaan seturut rencana mereka… dan orang tua tidak menyadari rencana-rencana lain yang menghantar pada kebahagiaan tanpa batas… Aku akan meninggalkan bagi mereka pakaian-pakaian dan mantol-mantol-Ku, demi mengikuti Suara yang berkata kepada-Ku: "Datanglah, MempelaiKu terkasih." Aku akan meninggalkan bagi mereka segalanya, dan mutiara-mutiara air mata-Ku, sebab Aku akan menangis harus tidak taat kepada mereka, dan insting darah-Ku, sebab Aku akan menantang bahkan kematian demi mengikuti Suara yang memanggil-Ku, akan mengatakan kepada mereka bahwa ada suatu yang terlebih agung dan terlebih manis dari kasih seorang bapa dan bunda dan bahwa itu adalah Suara Allah. Tetapi sekarang, dengan kehendak-Nya, aku bebas dari ikatan kasih anak ini. Bukan, bukan suatu ikatan. Orangtua-Ku adalah dua orang benar dan Allah pastilah berbicara kepada mereka seperti Ia berbicara kepada-Ku. Mereka akan mengikuti keadilan dan kebenaran. Apabila Aku memikirkan mereka, Aku membayangkan mereka ada dalam pengharapan bisu di antara para Patriark dan Aku bergegas dengan kurban-Ku demi kedatangan Mesias guna membukakan bagi mereka pintu-pintu Surga. Aku pembimbing DiriKu sendiri di dunia, atau tepatnya, Allah membimbing hamba-Nya yang hina dengan memberikan perintah-perintah-Nya kepada-Ku, dan Aku menggenapi-Nya sebab adalah suatu sukacita bagi-Ku untuk taat. Apabila saatnya tiba, Aku akan menyingkapkan rahasia-Ku kepada mempelai-Ku… dan ia akan menerimanya."


"Tetapi Maria… dengan kata-kata bagaimana Kau akan dapat membujuknya? Kau akan memiliki kasih seorang laki-laki, Hukum dan hidup yang menentang-Mu."


"Aku memiliki Allah bersama-Ku… Allah akan menerangi hati sang mempelai… hidup akan kehilangan daya tarik inderawi dan menjadi sekuntum bunga murni dengan harum cinta kasih. Hukum… Hana, janganlah katakan Aku seorang penghujat. Aku pikir Hukum akan segera diubah. Oleh siapakah gerangan, menurutmu, jika Hukum itu ilahi? Oleh Satu-satunya Yang dapat mengubahnya. Oleh Allah. Aku katakan bahwa waktunya lebih cepat dari yang kalian perkirakan. Sebab ketika Aku sedang membaca Kitab Daniel, sebuah terang agung datang kepada-Ku dari kedalaman hati-Ku dan Aku memahami makna dari perkataan penuh teka-teki itu. Tujuhpuluh minggu akan diperpendek karena doa-doa orang-orang benar. Apakah ini berarti bahwa jumlah tahun akan diubah? Tidak. Suatu nubuat tidak pernah salah. Akan tetapi ukuran dari waktu nubuat adalah menurut peredaran bulan, bukan matahari. Sebab itu Aku katakan: "Sudah dekat waktunya bilamana sang Bayi yang dilahirkan dari seorang Perawan akan terdengan menangis." Oh! Sejak Terang yang mengasihi-Ku mengatakan kepada-Ku begitu banyak hal, Aku berharap Ia akan mengatakan kepada-Ku di manakah Bunda yang berbahagia itu berada, yang akan melahirkan Putra Allah dan Mesias umat-Nya! Dengan bertelanjang kaki Aku akan menjelajahi seluruh dunia, dingin ataupun es, debu ataupun terik, binatang buas ataupun lapar, tidak akan menghalangi-Ku mendatangi sang Bunda dan Aku akan mengatakan kepada-Nya: "Mohon perkenankan hamba-Mu dan hamba dari para hamba Kristus untuk tinggal di bawah atap rumah-Mu. Aku akan menggiling batu kilangan-Mu dan tempat pemerasan anggur-Mu, pekerjakan Aku sebagai seorang budak untuk mengerjakan kilangan-Mu dan menggembalakan kawanan ternak-Mu, suruhlah Aku mencuci kain popok Kanak-kanakMu... Aku akan bekerja di dapur-Mu, di pembakaran roti-Mu, di manapun Kau kehendaki… tetapi terimalah Aku. Agar Aku dapat memandang-Nya! Dan mendengarkan suara-Nya! Dan mendapatkan tatapan mata-Nya!" Dan jika sang Bunda tidak menghendaki-Ku, Aku akan tinggal di ambang pintu-Nya seperti seorang pengemis, dalam cuaca dingin maupun panas, hanya demi mendengarkan suara Kanak-Kanak Mesias dan gema tawa-Nya, dan melihat-Nya berjalan lewat… Dan mungkin suatu hari Ia akan menawarikan sepotong roti kepada-Ku… Oh! Bahkan andai Aku sekarat karena kelaparan dan Aku tak sadarkan diri karena puasa yang hebat, Aku tidak akan memakan roti itu. Aku akan mendekapkannya dekat hati-Ku seperti sekantung mutiara berharga dan aku akan mengecupnya demi mencium harum tangan Kristus dan Aku tiada akan pernah lapar atau kedinginan, sebab sentuhannya akan memberi-Ku ekstase dan panas, ekstase dan makanan…"


"Engkau sepatutnya menjadi Bunda Kristus, sebab Kau begitu sangat mengasihi-Nya! Karena itukah mengapa Kau ingin tetap perawan?"


"Oh! Tidak. Aku debu dan abu. Aku tiada berani mengangkat mata-Ku menatap Kemuliaan. Itulah sebabnya mengapa, daripada melihat Tabir ganda, di mana Aku tahu tinggal Kehadiran Yahweh yang tak kasat mata, Aku lebih suka melihat ke dalam hati-Ku. Di sana, ada Allah Sinai yang dahsyat. Di sini, dalam DiriKu, Aku melihat Bapa kita, sebentuk Wajah penuh kasih yang tersenyum dan memberkati-Ku, sebab Aku kecil seperti seekor burung kecil, yang ditopang angin tanpa angin merasakan beratnya dan Aku lemah seperti batang sekuntum lily di lembah, yang hanya bisa berbunga dan berbau harum dan yang tiada dapat memberikan daya lain kepada angin selain dari keharumannya dan kemanisannya yang murni. Allah, angin-Ku yang penuh kasih! Bukan karena itu. Melainkan karena Putra dari Allah dan dari seorang Perawan, Yang Mahakudus, hanya dapat menyukai apa yang di Surga Ia pilih sebagai BundaNya dan apa yang di bumi berbicara kepada-Nya mengenai Bapa SurgawiNya: Kemurnian. Jika Hukum merenungkan itu, jika para rabi, yang telah merumitkan Hukum dengan segala dalih ajaran mereka, mengarahkan pikiran mereka pada wawasan yang lebih tinggi dan menujukannya pada hal-hal adikodrati, dengan meninggalkan urusan-urusan yang manusiawi dan yang menguntungkan yang membuat mereka melupakan Akhir yang mulia, mereka seharusnya, di atas segalanya, menjadikan Kemurnian sebagai subyek utama ajaran mereka, supaya Raja Israel dapat menemukannya bilamana Ia datang. Dengan ranting-ranting zaitun Yang Damai, dengan daun-daun Palma sang Pemenang, menebarkan bunga-bunga lily, bunga-bunga lily, bunga-bunga lily… Betapa banyak Darah Juruselamat yang akan harus ditumpahkan demi menebus kita! Betapa sungguh teramat banyak! Dari ribuan luka-luka yang dilihat Yesaya pada Manusia Sengsara, suatu aliran Darah menetes, bagai embun dari sebuah bejana berpori. Semoga Darah Ilahi ini tidak jatuh di mana ada pencemaran dan hujat, melainkan ke dalam piala-piala kemurnian yang harum yang menerimanya dan mengumpulkannya dengan tujuan menyebarkannya di antara jiwa-jiwa yang sakit dan kusta dan di antara mereka yang mati terhadap Allah. Berikanlah bunga-bunga lily untuk menghapus dengan helai-helai bunganya yang murni keringat dan air mata Kristus! Berikanlah bunga-bunga lily bagi kerinduan-Nya yang mendalam akan Kemartiran! Oh! Di manakah gerangan Lily itu akan berada, yang akan mengandung-Mu? Di manakah gerangan Lily yang akan melegakan dahaga-Mu yang dahsyat, yang akan menjadi merah bersama Darah-Mu, yang akan mati sebab duka melihat-Mu meregang nyawa, dan yang akan menumpahkan airmata di atas Tubuh-Mu yang kehabisan darah? Oh! Kristus! Kristus! Kerinduan-Ku!..."


Maria sekarang diam, menangis dan dikuasai duka.


Hana juga diam beberapa saat dan lalu dengan suara jelas seorang perempuan tua yang sangat tersentuh hatinya, ia bertanya: "Adakah sesuatu yang lain yang hendak Kau ajarkan kepadaku, Maria"


Maria tersadar. Ia pasti berpikir, dalam kerendahan hati-Nya, bahwa guru-Nya tengah menegur-Nya dan Ia berseru: "Oh! Ampunilah Aku! Engkaulah guru-Ku. Aku ini bukan apa-apa. Tetapi suara ini berasal dari hati-Ku. Aku akan mawas diri, untuk tidak membicarakannya. Tapi seperti sebuah sungai yang di bawah amuk air mematahkan tanggulnya, suara itu sekarang telah menguasai-Ku dan meluap. Sudi jangan pedulikan perkataan-Ku dan hukumlah kelancangan-Ku. Perkataan penuh misteri sepatutnya tinggal dalam kedalaman hati orang, yang ditolong Allah dalam kebaikan-Nya. Aku tahu. Tetapi Kehadiran Tak Kasat Mata ini begitu manis hingga Aku dipenuhi sukacita… Hana, sudi ampunilah hamba kecilmu!"


Hana memeluk-Nya sementara air mata berkilau pada wajah tua keriputnya yang gemetar. Butir-butir air mata itu mengalir sepanjang kulit keriputnya, bagai air sepanjang tanah yang tak rata yang menjadi suatu rawa yang gemetar. Guru tua itu tidak teertawa, sebaliknya tangisnya membangkitkan hormat mendalam.


Maria didekap dalam pelukannya, wajah mungil-Nya menempel pada dada guru-Nya. Dan semuanya berakhir demikian.




Yesus bersabda:


"Maria ingat Allah. Ia memimpikan Allah. Ia pikir Ia bermimpi. Ia hanya melihat kembali apa yang telah Ia lihat dalam semarak Surga Allah, pada saat Ia diciptakan untuk dipersatukan dengan tubuh yang mengandung di dunia. Ia berbagi dengan Allah satu dari sifat khas Allah, meski dalam tingkat yang lebih rendah, seperti yang memang pantas. Yakni sifat khas mengingat, melihat dan mengetahui terlebih dahulu, yang merupakan sifat dari yang kuasa dan inteligensi sempurna yang tak dirusakkan oleh Kesalahan.


Manusia diciptakan sesuai citra dan keserupaan dengan Allah. Salah satu dari keserupaan itu adalah kemampuan, bagi jiwa, untuk mengingat, melihat dan mengetahui terlebih dahulu. Ini menjelaskan kemampuan untuk mengetahui masa depan. Kemampuan ini terkadang datang secara langsung, oleh kehendak Allah, terkadang merupakan suatu daya permenungan, yang terbit bagai matahari di pagi hari, menerangi suatu titik pada horison abad-abad, yang telah kelihatan dalam penglihatan Allah.


Misteri-misteri yang demikian terlalu dalam untuk dapat sepenuhnya dipahami olehmu. Tetapi pikirkanlah.


Dapatkah Inteligensi Tertinggi, Benak yang tahu segalanya, Penglihat yang melihat segalanya, memberi kalian sesuatu yang berbeda dari DiriNya, sesudah menciptakan kalian melalui suatu tindakan dari kehendak-Nya dan suatu napas dari kasih-Nya yang tak terhingga, dan sesudah menjadikan kalian anak-anakNya baik karena asal kalian maupun tujuan kalian? Ia memberikannya kepada kalian dalam  suatu bagian yang teramat kecil, sebab makhluk tak dapat menampung Pencipta. Akan tetapi bagian itu sempurna dan utuh, meski teramat kecil.


Betapa harta inteligensi yang Allah berikan kepada manusia, Adam! Kejatuhan [= dalam dosa] merusakkannya, tetapi kurban-Ku memulihkannya kembali dan membuka semarak Inteligensi, kekayaannya, pengetahuannya bagi kalian. Betapa mulia pikiran manusia yang dipersatukan dengan Allah melalui rahmat-Nya, berbagi dengan Allah kemampuan pengetahuan!... Pikiran manusia dipersatukan dengan Allah melalui rahmat.


Tidak ada cara lain. Mereka yang penuh ingin tahu mencari rahasia-rahasia di luar manusia hendaknya ingat itu. Semua pengetahuan yang tidak berasal dari suatu jiwa yang dalam rahmat - dan tidak dalam rahmat bararangsiapa yang melawan Hukum Allah, yang sangat jelas dalam perintah-perintahnya - pengetahuan yang demikian berasal dari Setan. Pengetahuan macam itu jarang selaras dengan kebenaran apabila menyangkut masalah manusia, dan tidak pernah selaras dengan kebenaran sehubungan dengan masalah di luar manusia. Setan sesungguhnya adalah bapa segala dusta dan hanya dapat menghantar pada jalan dusta. Tak ada cara lain untuk mengetahui kebenaran, terkecuali melalui Ia yang berasal dari Allah, Yang bersabda dan berbicara atau memperingatkan, seperti seorang bapa mengingatkan anak dari kaum keluarganya dan berkata kepadanya: "Tidakkah kau ingat ketika kau biasa melakukan ini bersama-Ku, kau melihatnya, adakah kau mendengar yang lain? Tidakkah kau ingat ketika Aku biasa mengecupmu untuk mengucapkan selamat tinggal? Ingatkah kau ketika kau melihat-Ku untuk pertama kali dan kau mengagumi terang cahaya pada Wajah-Ku yang menyinari jiwamu yang perawan, yang, baru saja diciptakan oleh-Ku masih murni dan bebas dari kejahatan yang kelak merusakkanmu? Ingatkah kau ketika kau mengerti untuk pertama kali, dalam degupan kasih, apakah Kasih itu? Yang adalah misteri Diri dan Tindakan Kami?" Dan apa yang tak dapat dicapai oleh kemampuan terbatas seorang manusia yang ada dalam keadaan rahmat, diajarkan dan dijelaskan oleh Roh pengetahuan.


Akan tetapi untuk memiliki Roh, Rahmat dibutuhkan. Untuk memiliki Kebenaran dan Pengetahuan, Rahmat diperlukan. Untuk memiliki Bapa, Rahmat itu perlu. Rahmat adalah sebuah kemah di mana ketiga Pribadi tinggal, adalah sebuah Pendamaian di mana Bapa yang Kekal bersemayam dan berbicara, bukan dari dalam awan, melainkan dengan meyingkapkan wajah-Nya kepada anak-anak-Nya yang setia. Para kudus dan orang-orang benar ingat akan Allah. Mereka ingat akan perkataan yang mereka dengar dalam Benak Yang Mencipta dan yang oleh Kebaikan Tertinggi dihidupkan kembali dalam hati mereka guna menaikkan mereka bagai rajawali pada kontemplasi akan Kebenaran dan pada pengetahuan akan Waktu.


Maria penuh Rahmat. Rahmat Tritunggal ada dalam DiriNya. Rahmat Tritunggal mempersiapkan-Nya bagai seorang Mempelai perempuan untuk Perkawinan, bagai sebuah Ranjang Pengantin untuk Keturunan, bagai suatu Pribadi Ilahi untuk Keibuan dan misi-Nya. Maria menutup siklus para Nabi Perempuan dari Perjanjian Lama dan membuka periode "para jurubicara Allah" dari Perjanjian Baru.


Tabut Sejati dari Sabda Allah, memandang ke dalam hati Maria yang tak bernoda, Ia [= Maria] menemukan perkataan dari pengetahuan abadi, yang dituliskan oleh jari Allah di sana, dan Ia ingat, seperti para kudus ingat, bahwa Ia telah mendengarnya ketika jiwa-Nya yang abadi tengah diciptakan oleh Allah Bapa, Pencipta segala makhluk hidup ... Dan jika Ia tidak ingat keseluruhan dari misi-Nya di masa mendatang, alasannya adalah karena Allah membiarkan adanya kekosongan-kekosongan dalam setiap kesempurnaan manusia, seturut Hukum kebijaksanaan ilahi, demi kebaikan dan sebagai suatu ganjaran bagi makhluk-makhluk ciptaan.


Maria, Hawa kedua, harus menunaikan bagian yang patut bagi-Nya dalam menjadi Bunda Kristus, dengan keinginan baik yang sejati, yang Allah tuntut juga dari KristusNya demi menjadikan-Nya seorang Penebus.


Roh Maria ada di Surga. Moril-Nya dan jasmani-Nya ada di dunia dan mereka harus berjalan di dunia dan dalam daging demi mencapai roh dan menggabungkannya dengan Roh dalam suatu pelukan yang menghasilkan buah."




Catatan dariku. Sepanjang hari kemarin aku pikir aku akan melihat berita wafat orangtua-Nya disampaikan kepada Maria oleh Zakharia, aku tidak tahu mengapa. Aku juga berpikir, dengan caraku, bahwa Yesus akan membicarakan masalah "ingatan akan Allah oleh para kudus." Pagi ini, ketika penglihatan dimulai, aku berkata dalam hati: "Ini dia, mereka sekarang akan mengatakan kepada-Nya bahwa Ia telah menjadi yatim piatu" dan hatiku sudah gemetar sebab aku akan mengalami kesedihanku sendiri hari-hari belakangan ini. Namun sebaliknya sama sekali tak ada sesuatu pun dari apa yang aku pikir akan aku lihat atau dengar. Bahkan tidak satu kata pun karena kesalahan. Aku sangat senang karenanya sebab ini meneguhkan bahwa tak ada suatu pun dari diriku sendiri dalam karya ini, bahkan tidak satu anjuran tulus pun sehubungan dengan satu situasi. Semuanya berasal dari suatu sumber yang berbeda. Ketakutanku yang terus-menerus lenyap… hingga kali berikutnya sebab aku selalu takut tertipu dan menipu.


 10. MARIA AKAN MEMPERCAYAKAN NAZAR-NYA KEPADA MEMPELAI YANG AKAN ALLAH BERIKAN KEPADA-NYA
 
  
3 September 1944


Betapa malam yang mengerikan! Tampaknya roh-roh jahat sedang menyerang dunia. Meriam-meriam membombardir, guntur dan halilintar, mara bahaya, ketakutan, penderitaan sebab aku terbaring di atas tempat tidur yang bukan kepunyaanku. Dan di tengah semua ini, ada Maria, bagai sekuntum bunga putih yang manis di antara api dan berbagai masalah. Ia tampak sedikit lebih dewasa dari penglihatan kemarin, namun masih seorang gadis muda dengan rambut warna terang-Nya yang dikepang di atas bahu-Nya. Gaun-Nya putih dan senyum-Nya lembut dan tersipu: seulas senyum mendalam pada misteri mulia yang tersembunyi dalam hati-Nya. Aku melewatkan malam itu dengan membandingkan penampilan-Nya yang lembut dengan keganasan dunia serta merenungkan perkataan-Nya kemarin pagi, sebuah madah cinta kasih yang hidup, dibandingkan dengan keganasan kedengkian manusia.


Pagi ini, dalam keheningan kamarku, aku melihat penglihatan berikut.


Maria masih di Bait Allah. Ia sekarang sedang keluar bersama para gadis lainnya dari bagian dalam Bait Allah.


Pastilah ada suatu upacara sebab ada bau dupa di udara yang berwarna merah sementara matahari terbenam. Pastilah waktu itu akhir bulan Oktober, sebab langit, yang sudah tenang jernih seperti biasa pada hari-hari cerah bulan Oktober, menaungi kebun-kebun Yerusalem, di mana daun-daun coklat kekuningan yang akan segera gugur menambah bintik-bintik merah keemasan pada hijau perak pohon-pohon zaitun.


Kerumunan itu, bukan, rombongan para perawan berpakaian putih, melintasi halaman belakang, lalu mendaki anak-anak tangga, melewati sebuah serambi dan memasuki sebuah halaman bujursangkar lain, yang tidak begitu megah, tanpa pintu terkecuali pintu yang menghantar masuk ke dalamnya. Tentunya itu adalah halaman yang dialokasikan bagi pemukiman kecil para perawan yang dipersembahkan ke Bait Allah, sebab tiap-tiap gadis bergerak menuju biliknya masing-masing, bagai merpati kecil menuju sarangnya. Mereka seperti sekawanan merpati yang berpisah sesudah berkumpul bersama. Mereka semua berbicara dalam suara yang pelan namun ceria, sebelum berpisah. Maria diam. Sebelum meninggalkan para gadis lainnya, Ia menyampaikan salam perpisahan penuh kasih kepada mereka dan lalu pergi menuju bilik kecil-Nya di suatu sudut di sebelah kanan.


Salah seorang guru, seorang perempuan tua, tapi tidak setua Hana anak Fanuel, menghampiri-Nya. "Maria, Imam Besar ingin bertemu dengan-Mu."


Maria memandang perempuan itu dengan agak terkejut, namun tidak bertanya apa-apa. Ia hanya menjawab: "Aku akan segera pergi."


Aku tidak tahu apakah aula besar, yang dimasuki-Nya, adalah rumah Imam Besar atau apakah aula itu bagian dari pemukiman para perempuan yang ada di Bait Allah. Yang aku tahu aula itu luas dan terang, ditata indah. Selain Imam Besar, seorang yang berwibawa dalam jubahnya, ada juga Zakharia dan Hana anak Fanuel.


Maria membungkuk di ambang pintu dan tidak masuk sampai Imam Besar berkata kepada-Nya: "Masuklah, Maria. Jangan takut." Maria berdiri tegak kembali dan dengan perlahan melangkah maju, bukan karena Ia enggan, tetapi karena suatu kehidmadan tak disengaja, yang membuat-Nya lebih seperti seorang perempuan dewasa.


Hana tersenyum pada-Nya untuk membesarkan hati-Nya dan Zakharia menyapa-Nya: "Damai bagimu, sepupu."


Imam Besar mengamati-Nya dengan amat cermat dan lalu ia berkata kepada Zakharia: "Ia jelas dari keturunan Daud dan Harun…"


"Anakku, aku tahu akan rahmat dan kebaikan-Mu, aku tahu bahwa setiap hari Kau bertumbuh dalam rahmat dan pengetahuan di hadapan Allah dan manusia. Aku tahu bahwa suara Allah membisikkan perkataan termanis-Nya kepada hati-Mu. Aku tahu bahwa Kau adalah Bunga Bait Allah dan bahwa seorang Kerub ketiga ada di hadapan Loh Hukum Allah sejak Kau di sini. Dan aku ingin keharuman-Mu terus membubung bersama dupa setiap hari. Tetapi Hukum berkata lain. Kau bukan lagi seorang gadis kecil, melainkan seorang perempuan. Dan setiap perempuan di Israel harus menjdi seorang isteri untuk melahirkan seorang putera bagi Tuhan. Kau harus mentaati perintah Hukum. Janganlah takut, janganlah malu tersipu. Aku tahu akan kebangsawanan-Mu. Hukum yang menetapkan bahwa kepada setiap laki-laki harus diberikan seorang perempuan dari kaumnya sendiri akan melindungi-Mu. Akan tetapi bahkan meski tak ada ketentuan demikian, aku akan melakukannya, agar darah-Mu yang luar biasa tak dirusakkan. Tidakkah Kau mengenal seorang dari kaum-Mu, Maria, yang bisa menjadi suami-Mu?"


Maria mengangkat wajah-Nya yang memerah. Mata-Nya berkilau oleh air mata yang mulai muncul dan dengan suara gemetar Ia menjawab: "Tidak, tidak seorang pun."


"Tidaklah mungkin bagi-Nya untuk mengenal seseorang, sebab Ia datang ke sini ketika masih kanak-kanak dan suku Daud telah ditindas begitu hebat dan tersebar begitu luas untuk memungkinkan cabang-cabang yang berbeda berkumpul bagai daun-daun sekeliling palma raja," kata Zakharia.


"Jika demikian kita akan serahkan pilihan pada Allah."


Air mata yang telah berusaha ditahan Maria sejauh itu, tumpah membanjir dan membasahi bibir-Nya yang gemetar. Ia memandang penuh permohonan kepada guru-Nya.


"Maria telah mengkonsekrasikan DiriNya kepada Tuhan demi kemuliaan-Nya dan demi keselamatan Israel. Ia masih seorang kanak-kanak kecil yang baru belajar membaca dan menulis dan Ia telah mengucapkan nazar-Nya…" kata Hana, berusaha menolong-Nya.


"Itukah sebabnya mengapa Kau menangis? Bukan karena Kau ingin menolak Hukum?"


"Hanya karena itu... bukan yang lain. Aku akan mentaatimu, Imam Allah."


"Ini menegaskan apa yang selalu disampaikan kepadaku mengenai-Mu. Telah berapa lama Kau mengkonsekrasikan diri kepada Tuhan?"


"Selamanya demikian, aku pikir. Aku masih belum di Bait Allah ini, dan Aku telah mempersembahkan DiriKu kepada Tuhan."


"Tetapi bukankah Kau kanak-kanak kecil yang datang duabelas tahun yang lalu dan memohon kepadaku untuk diijinkan masuk?"


"Baik, jadi, bagaimana Kau bisa mengatakan bahwa Kau telah menjadi milik Allah waktu itu?"


"Jika aku mengingat masa lalu, Aku mendapati DiriKu dikonsekrasikan… Aku tidak ingat bilamana Aku dilahirkan, pula aku tidak ingat bagaimana Aku mulai mengasihi bundaKu dan mengatakan kepada bapaKu: "Bapa, Aku putrimu"… Tapi Aku ingat bahwa Aku memberikan hati-Ku kepada Allah, meski Aku tidak tahu bilamana itu dimulai. Mungkin bersamaan dengan kecupan pertama yang dapat Aku berikan, dengan kata pertama yang Aku belajar mengatakannya, dengan langkah pertama yang Aku jejakkan… Ya, Aku pikir Aku mendapatkan kenangan pertama-Ku akan kasih bersamaan dengan langkah mantap pertama-Ku… rumah-Ku... dekat rumah ada sebuah taman penuh bunga-bungaan… dan ada sebuah kebun buah-buahan dan beberapa ladang… dan ada sebuah mata air di belakang, di bawah bukit, dan air membual dari sebuah batu karang berongga yang membentuk sebuah grotto [= gua] … yang penuh tanaman herbal yang panjang dan tipis yang terjuntai membentuk air terjun-air terjun kecil hijau di mana-mana dan tanam-tanaman itu tampak menangis karena pada daun-daunnya yang kecil tipis, yang kelihatan seperti suatu karya sulaman, terdapat tetes-tetes kecil air dan ketika tetesan-tetesan itu menetes mereka berdenting bagai lonceng-lonceng kecil. Juga mata air tampak bernyanyi. Dan di sana ada burung-burung pada pohon-pohon zaitun dan apel di atas mata air dan merpati-merpati putih biasa datang dan membasuh diri dalam air jernih sumber air... Aku tiada lagi memikirkan semua itu, sebab Aku telah mempersembahkan segenap hati-Ku kepada Allah dan, dan terkecuali bapa dan bundaKu, yang Aku kasihi dalam hidup dan mati, semua hal duniawi lainnya telah lenyap dari hati-Ku… Akan tetapi engkau membuat-Ku memikirkannya… Aku harus menemukan bilamana Aku memberikan DiriKu kepada Allah… dan kenangan akan tahun-tahun pertama-Ku datang kembali ke dalam benak-Ku… Aku mencintai grotto itu, sebab Aku mendengar sebuah suara yang lebih manis dari gemericik air dan kicau burung-burung, yang mengatakan kepada-Ku: "Datanglah, KekasihKu." Aku menyukai tanam-tanaman herbal itu yang bertabur tetes-tetes berlian yang kemilau dan berdenting, sebab Aku dapat melihat dalam mereka tanda dari TuhanKu dan Aku biasa berkata kepada DiriKu: "Wahai jiwa-Ku, lihatlah betapa besar AllahMu, Ia Yang menciptakan pohon-pohon aras Libanon bagi burung-burung rajawali, juga menciptakan dedaunan kecil ini yang merunduk di bawah beban seekor nyamuk kecil dan Ia menciptakannya bagi sukacita mata-Mu dan sebagai perlindungan bagi kaki mungil-Mu." Aku menyukai keheningan dari hal-hal yang murni itu: angin sepoi-sepoi, air yang keperakan, kemurnian burung-burung merpati… Aku menyukai kedamaian yang menaungi grotto kecil itu, dan yang turun lewat pohon-pohon apel dan zaitun, yang sekarang penuh bunga, lalu sarat dengan buah yang lezat… Dan Aku tidak tahu ... suara itu tampaknya berkata kepada-Ku, ya, kepada-Ku seorang: "Datanglah, zaitun yang cantik; datanglah, apel yang manis; datanglah, mata air yang tersembunyi; datanglah, merpati-Ku"… Sungguh manis kasih seorang bapa, sungguh manis kasih seorang bunda… sungguh manis suara mereka memanggil-Ku… akan tetapi ini, yang ini! Oh! Dalam Firdaus duniawi Aku pikir bahwa dia [= perempuan itu], yang menjadi berdosa, mendengarnya demikian, dan Aku tidak mengerti bagaimana dia dapat memilih suara desisan daripada suara kasih ini, bagaimana dia dapat menginginkan pengetahuan yang lain yang bukan Allah… Dengan bibir-Ku yang masih merasakan air susu bundaKu, namun dengan hati-Ku penuh madu surgawi, Aku lalu berkata: "Ini Aku. Aku datang. Aku ini milik-Mu. Tak seorang pun akan memiliki tubuh-Ku, hanya Engkau, TuhanKu, pun jiwa-Ku tiada akan memiliki kasih yang lain..." Dan sementara berkata demikian, tampak oleh-Ku bahwa Aku tengah mengatakan lagi hal-hal yang telah dikatakan dan bahwa Aku tengah menggenapi suatu ritus yang telah digenapi, dan bahwa Mempelai yang dipilih bukanlah seorang asing bagi-Ku, sebab Aku telah mengenal semangat-Nya dan penglihatan-Ku telah dibentuk dalam terang-Nya dan kemampuan-Ku untuk mengasihi telah digenapi dalam pelukan-Nya… Bilamanakah? Aku tidak tahu. Di luar kehidupan, Aku akan mengatakannya demikian, sebab Aku merasa selalu memiliki-Nya, dan bahwa Ia selalu memiliki-Ku, dan bahwa Aku ada sebab Ia menghendaki-Ku demi sukacita RohNya dan roh-Ku… Sekarang Aku taat kepadamu, ya Imam. Akan tetapi sudilah katakan kepada-Ku bagaimana Aku harus bersikap… Aku tidak lagi memiliki bapa pun bunda. Sudi jadilah pembimbing-Ku."


"Allah akan memberikan kepada-Mu suami-Mu dan ia pastilah seorang yang kudus, sebab Kau telah mempercayakan DiriMu kepada Allah. Kau akan mengatakan kepadanya mengenai nazar-Mu."


"Dan apakah ia akan setuju?"


"Aku harap begitu. Berdoalah, anakku, agar dia dapat memahami hati-Mu. Pergilah sekarang. Semoga Allah selalu beserta-Mu."


Maria undur diri bersama Hana. Zakharia tetap tinggal bersama Imam Besar.


Penglihatan berakhir demikian.